Sunday, May 3, 2015

Makalah Apresiasi Bahasa dan Sastra, Apresiasi Novel Klasik, Novel Salah Pilih karya Nur Sutan Iskandar

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Adat istiadat merupakan tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi satu ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola perilaku masyarakat (KBBI online). Adat istiadat diwariskan melalui media lisan maupun tulisan. Adat istiadat sebagai suatu kebiasaan adalah cerminan dari kepribadian suatu bangsa. Indonesia memiliki beragam adat berkenaan dengan keanekaragaman budaya yang dimiliki, hal ini didasari oleh letak geografis Indonesia yang menjadi lokasi strategis untuk pertukaran budaya dari para pendatang. Adat di Indonesia sangat terpengaruh oleh budaya yang dibawa oleh para pendatang. Budaya besar yang masuk ke Indonesia diantaranya budaya masyarakat Hindu, Budha, dan Islam.
Seperti pada data yang kami dapatkan dari wikipedia bahasa Indonesia, bahwa budaya Minangkabau pada mulanya bercorakkan budaya animisme dan Hindu-Budha. Kemudian sejak kedatangan para reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, adat dan budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam dihapuskan. Para ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik, mendesak Kaum Adat untuk mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat kepada syariat Islam. Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang. Seperti halnya nilai-nilai Islam masyarakat Minangkabau yang terintegrasi dalam novel “Salah Pilih” karya Nur Sutan Iskandar. Misal, pesan yang disampaikan adalah ketika Rusiah berdebat dengan Saniah perihal perbedaan derajat antara manusia. Sebab Saniah keturunan bangsawan , ia selalu merendahkan orang lain, padahal adat Minang mengajarkan untuk saling menghormati dan menyayangi sesama manusia.       
Seiring dengan perubahan zaman, adat-adat Islam seperti boleh menikahi empat perempuan, sudah ditepis oleh keberadaan budaya modern yang dibawa oleh Eropa. Seperti yang terjadi ketika Asri ingin menikah, namun ia sungguh-sungguh mencari perempuan yang terbaik agar ia tidak perlu mencari perempuan lagi untuk dinikahi. Ia tidak mengindahkan adatnya yang mengizinkan lelaki untuk menikahi empat perempuan, adat kuno katanya. Lalu ketika Ibu Mariati mengizinkan Asri untuk mencari perempuannya sendiri untuk dinikahi, padahal adat yang seharusnya adalah keluarga lah yang mencarikan calon istri untuk anak laki-lakinya. Banyak adat Minang yang disinggung dalam novel ini dan dikatakan adat kuno, dan adat dari Eropa lah yang modern. Semisal, berjabat tangan dengan saudara sendiri. Hal ini terjadi ketika Asri baru pulang dari perantauan dan ingin berjabat tangan dengan Asnah, yang merupakan adik tirinya. Asnah tidak mengindahkan itu karena tidak sesuai adat, namun Asri bilang itu kuno.
Penulis menyampaikan banyak pemikiran kuno yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Minang, dan ia mencoba untuk mendobrak kekunoan itu dengan pemikiran yang lebih bebas akan sesuatu. Sebenarnya kami cukup kaget ketika mengetahui bahwa di awal abad 20 ada seseorang yang merasa tidak nyaman dengan adatnya yang kaku. Itu artinya sudah sejak lama, ada yang kaku itu sudah diberontak dengan sastra, namun nyatanya sampai sekarang masih ada adat-adat yang tidak berubah.

B.     Tujuan
1.      Mengapresiasi novel klasik.
2.      Membandingkan adat istiadat kuno dengan modern.
3.      Menemukan kaidah-kaidah kebahasaan yang dipakai pada masa sastra klasik.

C.    Manfaat
1.      Mengetahui adat istiadat masyarakat Maninjau.
2.      Mengetahui dan memahami kebahasaan yang dipakai pada masa sastra klasik.



PEMBAHASAN
A.    Sinopsis
Di daerah Minangkabau, Sumatera Barat, tinggallah sebuah keluarga pada sebuah gubuk yang pengap, yakni seorang ibu, anak, dan pembantu. Sang ibu (Mariati) menderita kesakitan pada kakinya, namun ia selalu ditemani oleh pembantunya (Siti Maliah) yang sering memberi obat-obat yang tidak enak. Ibu Mariati merupakan seseorang yang rewel, dan sulit diberitahu, namun perangainya itu luluh oleh anak angkatnya, Asnah. Selain perangainya yang mudah luluh oleh Asnah, kesakitan yang ia derita juga dapat terobati dengan kehadiran Asnah di sampingnya. Ia sangat menyayangi Asnah seperti ia menyayangi anak kandungnya sendiri. Asnah pun menyayangi Ibu Mariati seperti ibunda nya sendiri, sekalipun ia mengetahui asal-usulnya dari cerita yang telah diungkapkan Ibu Mariati ketika Asnah mulai bertanya mengenai asal-usulnya, lalu akhirnya Ibu Mariati bersedia menceritakan asal-usul Asnah sebab umur Asnah sudah mencukupi untuk tahu apa sebenarnya terjadi.
Ibu Mariati mempunyai seorang anak laki-laki bernama Asri. Asri menuntut ilmu di Jakarta. Ia tidak pulang sejak lama. Kemudian suatu saat Asri pulang naik oto. Ibu Mariati, Asnah, dan Siti Maliah tidak kepalang bahagianya atas kedatangan Asri.
Ibu Mariati memperlakukan Asri dan Asnah layaknya saudara kandung sendiri. Asri dan Asnah pun saling mengasihi sejak kecil hingga mereka beranjak dewasa. Asri suka bercerita kepada Asnah. Bahkan bila Sang Ibu tidak tahu, Asnah pasti tahu. Sebab bila Asri menceritakan kesulitannya kepada Asnah, hati nya terasa lega. Seiring dengan berkembangnya Asnah dan Asri ke jenjang kedewasaan, Asnah berubah perasaannya kepada Asri. Bukan lagi sebagai saudarara perempuan kepada saudara laki-laki, namun sebagai perempuan yang mencintai laki-laki. Ia mencintai Asri ketika ia sudah pandai merasa dan berpikir. Namun demikian, Asnah tidak ingin Asri mengetahui perasaan cinta Asnah itu.
Asri sudah kembali lagi ke rumah gedang itu, tentu Ibu Mariati, Asnah, dan Siti Maliah sangatlah bergembira. Anak muda-muda banyak yang berlalu-lalang datang berdatangan ke rumah Asri, lalu berjalan-jalan dan bermain-main dengannya ke sana kemari. Semenjak kedatangan Asri pun, kaki Ibu Mariati rasanya tidak sakit lagi. Saking senangnya Ibu Mariati, ia berniat agar Asri tetap di rumah dan menikah, tidak perlu melanjutkan sekolah ke jenjang SMA.
Suatu saat, pada waktu yang dikira sempurna, Ibu Mariati berbicara pada Asri. Dengan berbasa-basi mengenai dirinya yang sudah beranjak tua, ia berharap Asri tetap tinggal di lingkungan rumah agar ada yang mengurus, bahkan ketika Ibu Mariati meninggal. Lalu dengan sejurus kata, akhirnya Ibu Mariati menyinggung tentang pernikahan. Sebenarnya bukan hal mudah untuk mengatakan itu, sebab Sang Ibu mengetahui cita-cita anaknya yang ingin meneruskan ke sekolah dokter. Asri mengerti dengan perasaan Ibunya. Kemudian ia menerima ajuan Ibunya untuk tetap tinggal dan berumah tangga. Asri terkejut ketika Ibunya memberikan pilihan mengenai perempuan-perempuan yang akan dinikahinya. Asri kira, Ibu Mariati sudah menentukan satu perempuan yang jadi pilihannya, sebab menurut adat seharusnya keluarga lah yang memilih. Asri kira Sang Ibu sudah insaf akan perubahan zaman.
Mengetahui Ibu Mariati meminta Asri untuk tinggal dan berumah tangga, Asnah merasa kaget dan sedih. Ketika Asri bertanya mengenai pendapat Asnah tentang perempuan-perempuan pilihan Ibu, Asnah terlihat tidak terima. Segala hal yang menyangkut pernikahan, air muka Asnah pasti berubah. Asri juga menyadari ketidakberesan yang terjadi pada Asnah. Asnah seakan tidak suka akan maksud Asri untuk menikah.
Tidak berapa lama setelah perbincangan antara Ibu dan anak itu, akhirnya mereka memutuskan perempuan yang akan dinikahi sang anak. Dulu, pada usia 14 tahun Asri sempat menyimpan rasa pada Rusiah di Negeri, dan Asri merasa hanyalah Rusiah yang ia harapkan menjadi istrinya kelak. Namun, ketika Asri sekolah di Bukittinggi, ternyata Rusiah sudah menikah. Tapi Rusiah mempunyai adik bernama Saniah. Asri merasa Saniah ini serupa dengan Rusiah secara hal pikiran dan adat. Saniah memiliki adat yang tinggi, ia keluarga bangsawan, dan keluaran sekolah Belanda, Holland-Inlandse School. Ibu Mariati khawatir dengan perangai Saniah itu. Namun Asri meyakinkan, Saniah masih muda, masih bisa diubah sifatnya. Semoga sifat ibu-bapak Saniah yang baik hati itu turun kepada nya, semoga pula Saniah mau tinggal di rumah Asri.
Asnah benar-benar dirundung sedih mengenai rencana pernikahan Asri. Ia tersiksa karena tidak bisa mengungkapkan perasaannya sebab ia merasa bahwa dirinya hanyalah seorang adik angkat, seorang yatim-piatu yang tidak punya apa-apa, tidak punya hak. Lagipula, menurut adat, sukunya melarang keras mereka menjadi suami-istri. Asri dan Asnah tetap satu suku, sekaum, meskipun silsilahnya jauh. Asnah berpikir, jadi saudara saja sudah bukan kepalang bahagianya, ia berharap bahwa keadaan ini bertahan selamanya. Asri meminta pendapat Asnah mengenai Saniah. Asnah tahu ini adalah hal yang sangat berat, namun ia tidak boleh menunjukan keberatannya pada Asri. Akhirnya ia menyetujui Asri menikah dengan Saniah.
Awalnya Saniah sama sekali tidak terpikir akan menikah dengan Asri, namun karena Asri merupakan seseorang yang terpelajar, dan mempunya jabatan sebagai amtenar, maka Saniah menerima saja. Sebab sebenarnya ia menyukai laki-laki lain, yakni Hasan Basri. Namun, Hasan Basri tidak ingin menikah sebab-sebab hal tertentu.
Tak lama, dilangsungkanlah upacara perkawinan Asri dengan Saniah yang sangat meriah. Setelah menikah, mereka berdua pindah ke Rumah Gadang milik keluarga Asri. Dari situlah diketahui bahwa sifat  Saniah tidaklah seelok yang dia perlihatkan saat sebelum menikah. Saniah begitu memandang rendah terhadap Asnah hanya karena Asnah adalah seorang anak angkat. Dia merasa bahwa tidak sepatutnya Asnah disejajarkan dengan dirinya yang berasal dari kaum terpandang. Ternyata, sifat Saniah begitu angkuhnya, berbeda dengan yang dia perlihatkan sebelum menikah dahulu. Saniah begitu sering berkata menyindir, bersikap bengis, bahkan mencaci maki yang begitu menyakitkan hati Asnah. Bahkan terhadap mertuanyapun, Saniah  bersikap yang kurang sopan. Namun Asnah adalah seorang gadis yang  tegar dan sabar yang mempunyai hati yang lapang,dia tak pernah membalas perlakuan buruk dari iparnya itu. Tak lama setelah menikah, adat buruk Saniah semakin menjadi-jadi. Bahkan sekarang dia berani melawan terhadap suaminya, kerap kali ia juga berkata kasar terhadap suaminya. Sehingga dapat dilihat kalau adat Saniah tak jauh bedanya dengan ibunya, Rangkayo Saleah.
Saniah dan Asri mengalami pertengkaran hebat. Asri meninggalkan Saniah sendiri di rumah gedang, lalu kebetulan Rangkayo Saleah menjemput Saniah, karena ia mendapat surat dari Kaharuddin bahwa Kaharuddin sudah menikah dengan seorang perempuan di Padang. Rangkayo Saleah berniat untuk mendatangi Kaharuddin ke Padang. Dalam perjalanan, Rangkayo Saleah, Saniah, Sidi Sutan, beserta supir mengalami kecelakaan yang tidak bisa dihindari. Rangkayo Saleah meninggal di tempat, sedangkan Saniah meninggal di rumah sakit, dan yang lainnya selamat. Saniah merasa menyesal atas perbuatan buruknya pada semua orang, namun apa daya, maut sudah menjemput.
Asri mengalami kebingungan yang sangat ketika banyak orang yang datang bermaksud ingin meminangnya. Namun, hatinya tetap tertambat pada Asnah. Hingga pada suatu hari, Asri mendatangai Asnah dengan maksud ingin menikahinya. Banyak orang yang tidak setuju dengan pernikahan Asnah dan Asri karena mereka saudara sesuku. Maka, mereka menikah dengan diam-diam lalu merantau ke Jakarta.
Mereka masih belum bisa diterima di kota besar tersebut. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dengan keteguhan mereka, mereka dapat beradaptasi dengan lingkungan tersebut dan dihormati oleh para tetangga-tetangganya. Pada suatu hari, ada surat dari kampung yang menyampaikan bahwa masyarakat kampung ingin Asri dan Asnah kembali ke kampung dengan jabatan sebagai kepala daerah. Sebab masyarakat sadar bahwa mereka membutuhkan kaum intelek sepeeti Asri, dan kaum perempuan yang peduli akan sosial masyarakat di sana. Dengan senang hati mereka berdua pulang ke kampung halaman. Mereka berniat untuk memperbaiki adat yang salah, dan membangun kampung dengan modern, sebab mereka melihat potensi keindahan yang dimiliki kampung mereka tersebut. Mereka hidup damai dengan lingkungannya, dan sesuai dengan amanat almarhumah Ibu Mariati, sampai kapanpun mereka tidak akan dipisahkan oleh apapun.

B.     Kepengarangan
Sastrawan yang memiliki nama asli Muhammad Nur ini dilahirkan di Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat, 3 November 1893. Pendidikannya ditempuh di Sekolah Melayu Kelas II (1908). Selanjutnya ia belajar untuk menjadi guru bantu (tamat 1911) dan menempuh ujian Klein Ambtenaars Examen. Menjadi guru bantu di Muarabeliti, Palembang, Sumatera Selatan dan pindah ke kota Padang, Sumatera Barat untuk menjadi guru Sekolah Melayu Kelas II di kota tersebut (1914).
Tahun 1919, ia meninggalkan kota Padang dan hijrah ke Jakarta. Di Jakarta, ia bekerja di Balai Pustaka. Sambil bekerja ia terus berusaha untuk menambah pengetahuannya, baik secara formal maupun nonformal. Tahun 1921, ia dinyatakan lulus dari Kleinambtenaar (pegawai kecil) di Jakarta dan pada tahun 1924, mendapat ijazah dari Gemeentelijkburen Cursus (Kursus Pegawai Pamongpraja) di Jakarta. Ia pun terus memperdalam kemampuan berbahasa Belanda nya.
Berkat ketekunannya, ia menjadi orang yang pertama bekerja di Balai Pustaka sebagai korektor naskah karangan, dan selanjutnya diangkat sebagai Pemimpin Redaksi Balai Pustaka (1925-1942) dan Kepala Pengarang Balai Pustaka (1942-1945).
Di Balai Pustaka itulah, ia banyak memperoleh pengalaman dan pengetahuan mengenai dunia karang-mengarang dan juga mulai terasah bakatnya ke arah itu. Ketika berkesempatan mengikuti Kongres Pemuda di Surabaya (1930-an), ia berkenalan dengan Dokter Sutomo, tokoh pendiri Budi Utomo. Oleh Dr. Sutomo, ia diajak berkeliling kota Surabaya. Hampir semua tempat di sana mereka kunjungi, tidak terkecuali tempat pelacuran.
Selanjutnya bakat menulisnya yang sudah tumbuh, mulai memainkan peran. Secara perlahan ia menjelma menjadi penulis yang produktif. Tidak saja menulis karya asli, ia juga menulis karya saduran dan terjemahan. Hal itu dimungkinkan karena penguasaan bahasa asingnya cukup baik.
Dalam beberapa karya asli yang ia tulis, tercatat beberapa kali ia menggunakan pengalam pribadinya untuk dituangkan ke dalam sebuah karyanya, antara lain dalam karya “Apa Dayaku karena Aku Perempuan” (novel, 1922), “Cinta yang Membawa Maut” (novel, 1926), “Salah Pilih” (novel, 1928), dan “Karena Mertua” (novel, 1932). Ia banyak bercerita tentang kepincangan yang terjadi dalam masyarakatnya, khususnya yang berkaitan dengan adat istiadat. Pengalaman ke tempat pelacuran bersama Dr. Sutomo dituangkannya menjadi sebuah karangan yang diberi judul “Neraka Dunia” (novel, 1937). Dalam ‘Pengalaman Masa Kecil’ (kumpulan cerpen, 1949), Nur Sutan Iskandar dengan jelas bercerita tentang keindahan kampung halamannya dan suka duka masa kecilnya. Sedangkan karya tulisnya yang berupa saduran dan terjemahan, ia ambil dari beberapa buku-buku karya pengarang asing seperti Moliere, Jan Ligthrta, Alexandre DumasH. Rider HaggardArthur Conan Doyle, K. Gritter, dll. Keaktifannya yang lain adalah ia menjadi ahli bahasa pada Komisi Bahasa dan Istilah, dan sejak 1950 menjadi dosen pda Fakultas Sastra UI dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Lalu ia menikah dengan Aminah. Seperti umumnya lelaki Minangkabau lainnya, setelah menikah oleh keluarga istrinya, ia diberi gelar Sutan Iskandar. Sejak itu, ia memakai gelar itu yang dipadukan dengan nama aslinya menjadi Nur Sutan Iskandar.
(tamanismailmarzuki.com)
                        Nur Sutan Iskandar, seorang penulis yang lahir di Minangkabau menyiratkan penolakkannya terhadap adat dari daerahnya sendiri. Beberapa kali ia menyebutkan bahwa sebagian adat yang dianut oleh masyarakat Minang adalah adat yang kuno. Maka dari itu, lewat novel ini ia mencurahkan segala keluh kesahnya tentang adat-adat yang dianggapnya kuno itu. Adat-adat yang kuno tersebut sudah kami bahas pada latar belakang penulisan.

C.    Kajian Struktur Novel
1.      Pengenalan Situasi Cerita (Orientation)
a.         Asnah tinggal bersama sebuah keluarga di Minangkabau, yakni Ibu Mariati, Siti Maliah, adik dari Ibu Mariati, dan Asri anak kandung Ibu Mariati. Persaudaraa  antara Asnah dan Asri sejak kecil menumbuhkan benih-benih cinta pada diri Asnah kepada Asri. Asnah menyimpan rasa sayang yang lebih dari sekedar saudara kepada Asri. Namun Asnah tidak berani mengungkapkannya pada Asri sebab ia sadar bahwa dirinya hanya seorang anak angkat yang tidak punya apa-apa.
2.      Pengungkapan Peristiwa (Complication)
a.       Ibu Mariati bahagia dengan kedatangan Asri ke rumah. Namun ia memiliki keinginan agar Asri tetap tinggal di rumah, dan berumah tangga agar kelak ada yang mengurusi harta benda di kampung halaman. Sebenarnya Asri sudah mempersiapkan segala hal untuk pernikahan, namun ia belum tahu siapa calon istri yang akan dinikahinya. Setelah menimbang-nimbang segala hal, akhirnya ia memilih Saniah, seorang anak dari keluarga bangsawan, adik dari Rusiah, seorang perempuan yang dulu pernah ia cintai ketika berusia 14 tahun. Asri meminta pendapat Asnah, namun Asnah dengan tegar mempersilakan Asri untuk bebas memilih, yang penting dapat menyayangi dan menerima kehadiran Ibu Mariati dan Asnah ditengah-tengah kehidupan mereka kelak.
b.      Ketika proses menuju pernikahan dimulai, Asnah dan Ibu Mariah datang ke tempat kediaman Saniah. Di sana mereka mendapatkan sambutan yang kurang menyenangkan dari Saniah dan Ibunya. Saniah dan Ibunya mempunyai sifat yang sama-sama sombong sebab mereka keturunan bangsawan. Berkali-kali mereka merendahkan Asnah, sebab Asnah hanya anak angkat dari Ibu Mariati. Asnah sangat sedih dengan kejadian itu. Namun ia tidak mau kejadian itu sampai tersebar kemana-mana. Untung hanya Asnah dan Ibu Mariah yang tahu
c.       Asri menikah dengan Saniah. Walau Asri tidak suka pada adat Saniah yang kaku, ia merasa harus tetap menikah. Ia membawa Saniah ke rumah gadang, tinggal bersama ibu dan adiknya.
3.      Menuju Konflik (Rising Action)
a.       Asri menikah dengan Saniah. Selama pernikahan tersebut banyak sekali masalah yang mengguncang mereka. Pada awal pernikahan pun, sebab sifat Saniah yang sombong, ia tidak mau bergaul dengan lingkungan sekitarnya, bahkan keluarganya sendiri. Ia juga menganggap Asnah dan Ibu Liah merupakan pembantu. Itu yang selalu jadi masalah dalam pertangkaran antara Asri dan Saniah. Asnah selalu dicaci Saniah ketika Asri tidak ada di rumah.
b.      Ibu Mariati meninggal karena sakitnya. Sebelum meninggal, ia mengatakan bahwa betapa menyesalnya ia memaksa Asri untuk menikah secepatnya. Sebenarnya ketika Asri sudah menikah, ia ingin Asri dan istrinya menjadi keluarga panutan bagi masyarakat, namun pada kenyataannya Asri dan istrinya malah sering bertengkar karena permasalahan adat. Ibu Mariati ingin Asri berbahagia dengan Asnah saja, dengan maksud lain membangun keluarga baru dengan menalaki Saniah.
4.      Puncak Konflik (Turning Point)
a.       Asnah merasa tidak berguna lagi tinggal di rumah gedang karena Ibu Mariati sudah tiada. Ia berniat untuk pergi ke kediaman Ibu Maliah. Sementara Asri pergi bekerja, Saniah selalu berburuk sangka bahwa Asri selalu mengunjungi Asnah di rumah Ibu Maliah. Padahal Asri sibuk bekerja, kepeduliannya terhadap sosial masyarakat juga membuatnya harus sering-sering di luar. Merasa tidak diacuhkan, Saniah sudah geram terhadap sikap Asri itu. Akhirnya ia bertengkar hebat dengan Asri. Saniah sudah tidak tahan lagi hingga ia minta dicerai saja. Asri pergi dari rumah gedang meninggalkan Saniah sendiri.
b.      Rangkayo Saleah mendapat kabar bahwa Kaharuddin sudah menikah dengan seorang perempuan yang bukan dari negerinya sendiri di Padang. Ia berniat untuk menyusul Kaharuddin ke sana karena ia tidak terima dengan pernikahan tersebut. Awalnya ia mengajak Asri dan Saniah, namun karena Asri tidak ada di rumah, maka ia mengajak Saniah saja untuk ikut ke Padang. Ia menaiki oto bersama dengan Sainah, Sidi Sutan dan seorang supir. Rangkayo Saleah ingin supir mengendarakan oto dengan cepat-cepat karena mengejar jadwal kereta. Di perjalanan, dekat Kampung Ganting ada sebuah belokan yang sangat tajam. Di jalan itulah, sang supir yang sombong beserta dengan Rangkayo Saleah yang menyuruh untuk cepat-cepat, oto yang mereka tumpangi tidak bisa mengikuti belokan tersebut itu dengan lancar. Akhirnya mereka terjun ke jurang. Rangkayo Saleah langsung meninggal di tempat, Saniah meninggal di rumah sakit,  sedang Sutan Sidi dan supir selamat.
5.      Penyelesaian (Ending)
a.       Setelah kematian mertua dan istrinya, Asri didatangi oleh banyak orang tua yang ingin menikahkan anak perempuannya dengan Asri. Namun Asri menolak semua lamaran. Sebenarnya ia masih memendam rasa cinta pada Asnah, dan berharap Asnah mau menerimannya. Kemudian ia datang ke kediaman Ibu Mariah, yang di sana juga ada tinggal adik angkat yang dicintainya itu. Asri datang bermaksud untuk menikahi Asnah. Ia tahu bahwa menikahi Asnah sama saja melanggar adat, karena ia satu suku dengan Asnah. Namun, Ibu Mariah menyetujui pernikahan tersebut, hingga dilaksanakanlah pernikahan tersebut dengan diam-diam. Setelah mereka menikah, mereka pergi merantau ke Jakarta karena kampung mereka tidak menerima orang yang tidak mematuhi adat.
6.      Koda
a.       Suatu saat mereka mendapat surat dari kampung bahwa masyarakat kampung ingin Asri dan Asnah kembali untuk memimpin kampung. Masyarakat sadar mereka membutuhkan kaum intelek seperti Asri, dan kaum yang peduli kesosialan masyarakat seperti Asnah. Dengan sangat bahagia, mereka pulang ke kampung halaman. Di kampung, mereka disambut dengan sukacita oleh masyarakat. Mereka berniat untuk memperbaiki adat yang salah, dan membangun kampung dengan modern, sebab mereka melihat potensi keindahan yang dimiliki kampung mereka tersebut. Mereka hidup damai dengan lingkungannya, dan sesuai dengan amanat almarhumah Ibu Mariati, sampai kapanpun mereka tidak akan dipisahkan oleh apapun.

D.    Kajian Kaidah Kebahasaan
Bahasa yang digunakan dalam novel “Salah Pilih” karya Nur Sutan Iskandar ini tentulah memakai bahasa yang digunakan pada masa Balai Pustaka, yakni Melayu. Apalagi latar tempat yang dipakai dalam novel ini adalah Minangkabau, pasti bahasa melayunya sangat kental. Penggunaan bahasa Melayu pada novel ini juga disertai dengan struktur kebahasaan yang biasa dipakai masyarakat Melayu. Selain penggunaan bahasa Melayu yang sangat kental, novel “Salah Pilih” juga memakai bahasa yang memakai latar belakang keagamaan, yakni Islam.
1.         Kata “bercerai” pada kutipan berikut:
Bagaimana sukacita seorang berjumpa pula dengan saudara-saudaranya yang dikasihinya, sesudah bercerai beberapa tahun lamanya, terlukis pada wajah kedua mereka itu. (Salah Pilih: 27)
Kata “bercerai” menurut KBBI adalah tidak berhubungan lagi. Di masa sekarang, kata “bercerai” biasanya dipakai untuk pasangan suami-istri yang sudah tidak berhubungan lagi karena talak. Namun kata “bercerai” pada konteks kalimat di novel adalah terpisahnya dua orang saudara, yakni kakak dan adik karena jarak.
2.         Kata “berbiduk-biduk” pada kutipan berikut:
“Kadang-kadang mereka itu pergi berbiduk-biduk, madni-madni, berenang-renang dalam Danau Maninjau yang luas itu,...” (Salah Pilih: 35)
Kata “berbiduk-biduk” berasal dari kata dasar “biduk” yang artinya perahu kecil yg dipakai untuk menangkap ikan atau mengangkat barang-barang di sungai. Sedangkan “berbiduk-biduk” berarti berekreasi (bersenang-senang) dng naik biduk. “Berbiduk-biduk” ini digunakan karena zaman dahulu perairan masih menjadi destinasi wisata bagi masyarakat setempat, apalagi yang tempat tinggalnya dekat dengan Danau Maninjau.
3.         Kata “Ahad” pada kutipan berikut:
Adakalanya Asri pada hari Ahad atau hari Kamis ikut berburu babi ke dalam rimba yang tiada berapa jauhnya,... (Salah Pilih: 35)
            Latar belakang masyarakat Sumatera Barat adalah dominan beragama Islam kental. Pendidikan moral-moral Islam sudah ditanamkan sejak kecil. Maka, hari “Ahad” digunakan sebagai pengganti hari di awal pekan karena kebiasaan mereka dengan hal-hal yang berbau Islam.
4.         Kata “gambar hidup” dan “komidi bangsawan” pada kutipan berikut:
Meskipun ke pelesiran di kampung itu tidak seperti di kota-kota yang besar dan ramai melihat gambar hidup atau komidi bangsawan,... (Salah Pilih: 36)
            “Gambar hidup” dapat diartikan sebagai film, sedangkan “komidi bangsawan” bisa dimaknakan sebagai pertunjukkan peran yang biasanya disaksikan hanya oleh kalangan bangsawan.
5.         Kata “bercampur” pada kutipan berikut:
“Aku tak dapat bercampur dengan seorang perempuan, yang bersifat seperti itu,--tak berhati rahim kepada anak-anak....“ (Salah Pilih: 31)
Kata “bercampur” menurut KBBI adalah berbaur menjadi satu. Sebenarnya tidak ada bedanya dengan maksud yang digunakan pada masa sekarang, namun biasanya bercampur itu digunakan untuk benda yang larut, seperti misalnya, Gula itu bercampur dengan air teh. Jadi kata “bercampur” tidak digunakan dalam hubungan antar manusia karena manusia bukan zat yang bisa larut.
6.         Kata “terbetik terberita” pada kutipan berikut:
“...Senangkanlah hati Anak! Yang buruk takkan kami pakai dan takkan ‘terbetik terberita’ kepada siapa pun.” (Salah Pilih: 86)
            Kata ‘terbetik’ menurut KBBI adalah tersiar. Bisa didapatkan kesimpulan bahwa kata terbetik terberita adalah tersiar, atau terkabarkan kepada khalayak orang.
7.         Kata “merah suram” pada kutipan berikut:
“Syukur! Dan adakah berkenan dia kepadamu, Asnah?” tanya Asri kepada adiknya, yang berubah-ubah warna mukanya: sebentar pucat dan sebentar merah suram. (Salah Pilih: 88)
                 Kata “merah suram” diibaratkan sebagai air muka yang merah namun gelap, menampakkan kesedihan yang mendalam, atau kekecewaan.
8.         Kata “remuk redam” pada kutipan berikut:
Sesungguhnya hati Asnah remuk redam, sebagai kaca jatuh ke batu. (Salah Pilih: 89)
                 Kata “remuk redam” merupakan majas hiperbola yang bermaknakan sesuatu yang hancur.



9.         Kata “jamu” pada kutipan berikut:
Kemudian sekalian jamu itu pun disilakan menyantap makanan dan penganan, yang telah terhidang di hadapan masing-masing dengan beraturan. (Salah Pilih: 79)
            Biasanya diketahui bahwa kata “jamu” adalah sebuah minuman tradisional khas Jawa. Namun dalam konteks kalimat di atas, “jamu” berarti orang yg datang berkunjung (bertandang, melawat, dsb) (KBBI).
10.     Kata “jenang” pada kutipan berikut:
Karena tak ada jamu yang dinanti lagi, Ibu Mariati membisikkan segala maksud dan cita-citanya kepada penghulunya, dan penghulu atau kepala kaum itu pun menyampaikan sekaliannya itu kepada seorang-orang muda, yang dijadikan jenang dalam perjamuan itu. (Salah Pilih: 79)
Kata “jenang” menurut KBBI adalah 1) orang yg mengawasi; mandor; pembantu; 2) pengapit; ajudan; 3) sebutan atau pangkat kepala daerah di bawah penghulu adat.
11.     Kata “fiil” pada kutipan berikut:
“Ya, sebelum diselidikinya benar-benar tingkah lakunya, fiil perangainya, sebagaimana dikehendakinya dalam pergaluan yang agak lama dan bebas...” (Salah Pilih: 95)
Kata “fiil” terdapat dalam KBBI, artinya adalah perbuatan; tingkah laku; perangai. Kata ini acap kali digunakan dalam percakapan dalam bahasa Melayu.
12.     Kata “cerana” pada kutipan berikut:
Seorang diantaranya menjunjung cerana, yang telah disalin isinya—alat penjemput selengkapnya—di rumah orang tua mempelai tadi itu. (Salah Pilih: 114)
Menurut KBBI, kata “cerana” merupakan tempat sirih yangg bentuknya seperti dulang berkaki (dibuat dr kuningan, perak, dsb)
13.     Kata “berhelat lauk” pada kutipan berikut:
Pada hari yang kedelapan, diadakan perjamuan sekali lagi, “berhelat lauk” namanya, yakni helat yang dalam sekali ujud dan maksudnya. (Salah Asuhan: 116)
            Berhelat lauk dalam arti leksikal adalah perayaan ikan. Namun “berhelat lauk” adalah nama dari sebuah proses upacara pernikahan, yakni saling berkenalan antara keluarga satu dengan keluarga mempelai lainnya.
14.     Kata “amtenar” pada kutipan berikut:
“Kewajiban suami, yaitu kewajibanmu akan menunjuk mengajari dia. Terutama tentang urusan rumah tangga dan pergaulan. Istri amtenar harus cekatan, sopan santun, dan ramah tamah.” (Salah Pilih: 135)
Istilah “amtenar” dalam KBBI berarti pegawai pemerintahan. Amtenar bukan merupakan bahasa baku, melainkan bahasa cakapan.
15.     Kata “gunjing-gujirak” pada kutipan berikut:
“... tunggu dahulu, Bunda,—supaya berkurang ‘gunjing-gujirak’ orang kepada kita, terutama kepada Bunda—ampun—yang dikatakan tamak akan uang dan harta.” (Salah Pilih: 146)
Istilah “gunjing-gujirak” dalam KBBI adalah berbagai umpatan dan fitnah.
16.     Kutipan “berhati rahim” pada kutipan berikut:
“Seperti kaulihat, Asri, tak usah kita khawatir akan sakit, jika kita ada dibela oleh Asnah yag berhati rahim ini,” (Salah Pilih: 160)
Istilah “berhati rahim” dapat dimaknakan sebagai suatu sifat yang hanya dimiliki oleh perempuan—sebagai yang empunya rahim—yakni sifat keibuan.
17.     Kutipan “badar kering” atau “badar mersik”  pada kutipan berikut:
Barang di mana orang yang berasal dari daerah Maninjau tinggal merantau: di Medan, Aceh, Jawa, Ternate, dan lain-lain, badar kering atau badar mersik itu sudah pernah dikirim orang ke sana. (Salah Pilih: 193)
“Badar kering” atau “badar mersik” dalam KBBI sama-sama memiliki makna ikan-ikan kecil yang kering. Di daerah Maninjau, badar kering atau badar mersik adalah makanan primadona di daerahnya.
18.     Kutipan “sudah gaharu, cendana pula” dalam kutipan berikut:
“...sudah gaharu, cendana pula. Bukankah beliau diikutak-katikkan oleh istrinya...” (Salah Pilih: 194)
Sudah gaharu, cendana pula merupakan peribahasa  dari bahasa melayu yang bermaknakan sudah tahu, masih bertanya pula. Zaman dahulu tanaman gaharu dan cendana merupakan tanaman yang sama-sama dikenal.
19.     Kata “mamak” pada kutipan berikut:
“....Dan sebaiknya-baiknya kita berunding dengan segala mamak Kaharuddin dahulu, terutama dengan Tuanku Laras....” (Salah Pilih: 199)
Kata “mamak” merupakan bahasa sebutan dari Minangkabau yang berarti saudara ibu yg laki-laki.
20.     Kata “tegak sama tinggi, duduk sama rendah” dalam kutipan berikut:
“,...supaya tegak sama tinggi dan duduk sama rendah dengan suku bangsa yang lain-lain dalam masa sekarang dan masa yang akan datang jua.” (Salah Pilih: 246)
Peribahasa tersebut mempunyai makna sama-sama satu derajat dalam tiap keadaan.

E.     Kajian Unsur-unsur Lainnya
1.      Tema
Percintaan insan manusia terhalang oleh adat yang melarang pernikahan satu suku membuat mereka tidak jujur satu sama lain, dan membuat banyak masalah terjadi. Tema dalam novel “salah pilih” ini mengusung tema sosial, yang didalamnya terdapat cerita percintaan. Pelaksanaan adat dalam masyarakat Minangkabau sangatlah dijunjung tinggi, bila seseorang tidak melaksanakan adat tersebut, maka hukum sosial lah yang bergerak, seperti digunjingkan dan dijauhi oleh masyarakat. Itulah yang terjadi setelah pernikahan Asri dan Asnah, yang merupakan saudara satu suku. Padahal karena adat itu pula, Asri merasa sengsara menikah dengan Saniah—sebelum menikah dengan Asnah—, karena sebenarnya Asri tidak mencintai Saniah. Ia hanya bermaksud cepat-cepat menikahi istri yang pintar, intelek, dan kaya. Akhirnya “salah pilih” lah yang terjadi.

2.      Amanat
a.       Obat yang bagaimanapun sulit menyembuhkan penyakit seseorang, kecuali melihat orang yang disayangi atau keluarga.
...Asnah! Mana anakku itu? Mukanya akan jadi obat bagiku, Liah, bukan parasmu yang buruk dan bengis ini.” (Salah Pilih: 2)
b.      Cinta adalah suatu perkara yang tidak bisa dibalas dengan materi.
“...Membalas? Nah, kalau hendak memperkatakan perkara ‘membalas’ itu amat banyak lagi yang mesti kita perhitungkan! Sesungguhnya engkau lebih cinta dan kasih kepada kami, daripada kami kepadamu.” (Salah Pilih: 17)
c.       Adat orang Eropa dengan orang Timur berbeda.
Tiap-tiap bangsa ada mempunyai adat akan menyatakan perasaan hatinya masing-masing dalam pertemuan seperti itu. Ada yang dengan perkataan, dengan perbuatan, dan ada pula yang dengan pandang dan kerling mata saja. Orang Eropa misalnya, lain daripada dengan perkataan yang riang dan jabat tangan, kesukaannya berjumpa itu dinyatakannya dengan peluk cium jua. ... . Oleh sebab itu pun ia (Asri) hampir lupa dengan akan adat istiadat nenek moyangnya sendiri.” (Salah Pilih: 27)
d.      Seorang perempuan harus memiliki hati yang keibuan pada anak-anak, sebab kelak perempuan adalah seorang ibu.
Aku tak bercampur dengan seorang perempuan, yang bersifat seperti itu, --tak berhati rahim kepada anak-anak.” (Salah Pilih: 31)
e.       Sesama manusia harus saling mengasihi. Hal ini terjadi pada percakapan antara Rusiah dengan Saniah.
Ingat pepatah kita: Yang tua dimuliakan, yang kecil dikasihi. Tidak ada adat kita yang mengatakan: Yang berpangkat dan bangsawan dimuliakan tidak lebih daripada yang sepatutnya!... (Salah Pilih: 67)
f.       Harta dan kekayaan tidak selamanya akan membuat seseorang bahagia.
“..., hati-hatilah menerima menantu. Jangan terpandang akan kekayaan benda saja, melainkan harus ditinjau kekayaan batin atau rohani laki-laki sedalam-dalamnya.” (Salah Pilih: 224)
g.      Adat yang kaku sebagai kebiasaan orang-orang lama yang selalu dilakukan oleh masyarakat tidak dapat dapat menghalangi orang untuk merasakan kebahagiaan.
“..., yaitu mata mula-mula diarahkan pada keturunan dan kekayaan si gadis. Betul karena hanya pengaruh adat itu, padahal cita-cita perkawinan tidak demikian.” (Salah Pilih: 233)


3.      Latar
a.      Tempat
1)      Kediaman Ibu Mariati
Latar kediaman Ibu Mariati ini tersirat pada kata “kamar” yang digunakan ketika Ibu Mariati masih sakit kakinya dan akan segera diberikan obat oleh Siti Maliah.
Tentu segera ia hadir pula di sini. Tetapi ia mesti berlepas lelah dan merasai hawa yang sejuk dahulu. Sudah tiga hari ia seakan-akan terkurung di dalam kamar Kakak ini.” (Salah Pilih: 2)
2)      Rumah gedang
Rumah gedang merupakan sebutan lain untuk rumah induk, atau kediaman keluarga Ibu Mariati, Asri, dan Asnah.
Senantiasa kalau Asri sudah pulang, maka ramailah rumah gedang itu. (Salah Pilih : 35)
3)      Balai (rumah Engku Lebai) dan rumah Upik Hitam
Tempat ini disebutkan ketika Ibu Mariati menanyakan keberadaan Asnah pada Siti Maliah.
Asnah pergi ke Balai, ke rumah Engku Lebai, dan ia hendak singgah sebentar ke rumah si Upik Hitam. Kabarnya, perempuan itu sakit hendak bersalin.” (Salah Pilih: 1)
4)      Oto
Kendaraan yang dipakai Asri untuk pulang ke rumah.
Di Padang ditinggalkan Engku Sutan Semain. Ia menumpang dengan oto yang lain. Barangkali ia datang sebentar lagi.” (Salah Pilih: 19)
5)      Pekarangan rumah gedang
Tempat ketika Asnah menunggu kedatangan Asri.
...kalau-kalau tampak olehnya oto berhenti di halaman. Akhirnya masuklah sebuah oto ke pekarangan rumah gedang itu.” (Salah Pilih: 22-23)
6)      Danau Maninjau
Tempat Asri dan sahabat-sahabatnya bermain ketika Asri baru sampai di kampung halaman.
Kadang-kadang mereka itu pergi berbiduk-biduk, mandi-mandi, berenang-renang dalam Danau Maninjau yang luas itu, dan kadang-kadang mengelilingi danau itu. (Salah Pilih: 35)
7)      Dalam bilik ibunya
Sesudah makan tengah hari, Asri masuk ke dalam bilik ibunya.
Pada suatu hari Asri duduk dalam bilik ibunya. Ia minum kopi sesudah makan tengah hari. (Salah Pilih: 37)
8)      Lereng bukit
Ketika Asri ingin mencari Asnah. Ia bingung karena ketika ia baru datang harusnya Asnah ada di dekatnya, menyambut Asri.
Asnah meletakkan kedua tangannya di atas pagar dan memandang ke sawah yang sedang bermasakan padinya, --di lereng bukit yang bertingkat-tingkat, menurun ke tepi danau yang indah. (Salah Pilih: 25)
9)      Bukittinggi
Asri pernah bersekolah di Bukittinggi. Namun ketika ia bersekolah di sana, perempuan yang pernah ia sukai, Rusiah, ternyata telah menikah.
“Tetapi sementara saya bersekolah di Bukittinggi, ia (Rusiah) sudah kawin dengan..., sehingga hati saya luka dan bukan buatan sakitnya.” (Salah Pilih: 45)
10)  Kamar Asnah
Asnah sedih ketika Ibu Mariati dan Asri berdiskusi mengenai calon istri yang akan dipinang. Lalu ia masuk ke kamarnya dan berdiam diri di sana.
Sedang ibu dan anak itu berunding berbenar-benar, Asnah berjalan masuk kamarnya cepat-cepat, lalu dikuncinya pintu dari dalam. Ia tidak dapat berkata-kata dengan seorang jua pun, sebab hatinya terlalu berkacau-balau. (Salah Pilih: 49)
11)  Kebun
Ketika Asri ingin meminta pendapat pada Asnah mengenai calon istrinya kelak. Asri ingin bertemu dengan Asnah di kebun.
”Lekaslah, Asnah, --lekaslah,” katanya. “Aku hendak  mengabarkan sesuatu perkara kepadamu, dakah kaudengar?”
”Tentu, dan baiklah,” jawab Asnah sambil menekan dadanya dengan tangannya.
”Ke kebun, ya? Aku tunggu engkau di sana.” (Salah Pilih: 52)
12)  Ruang tengah rumah berukir di Negeri
Tempat kediaman Rusiah dan Saniah.
Di ruang tengah rumah berukir di Negeri terbentang sehelai permadani yang amat indah. Di atasnya duduk dua orang perempuan elok parasnya. Mereka itu memakai baju kebaya panjang dari cita Paris yang berwarna merah jambu air, berkain sarung ragi kacang goreng yang halus. Keduanya tengah asik merenda. (Salah Pilih: 60)
13)  Halaman
Tempat anak Rusiah bermain-main
Tiada berapa lama antaranya kedengaranlah teriak anak-anak di halaman dengan riuh rendah. (Salah Pilih: 72)
14)  Rumah Gedang
Ketika Asri sedang santai di kursi rumah.
Hari Ahad pagi-pagi, jam besar yang tergantung di dinding ruang tengah rumah gedang itu sudah berbunyi lima kali, alamat hari sudah pukul lima waktu subuh. (Salah Pilih: 76)
15)  Bayur
Kediaman Mariah, saudara sebapa Ibu Mariati.
“Benar, dan sementara engkau ada di Jakarta, kerap kali Asnah dibawanya ke Bayur.” (Salah Pilih: 78)
16)  Kamar Asnah
Ibu Mariah beralasan sudah mengantuk dan ingin segera tidur, namun ia ingin tidur dengan Asnah sebab ia ingin membicarakan sesuatu yang menjadi ganjalan dihatinya.
Tiap-tiap orang sudah pergi ke tempat tidurnya, sedang Ibu Mariah sudah masuk ke kamar  Asnah dan mengunci pintu dari dalam. Sesudah itu ia pun duduk di atas kursi sambil memandang kepada Asnah, yang duduk termangu-mangu di pinggir kasurnya. (Salah Pilih: 92)
17)  Negeri
Kediaman Saniah, tempat Asri dan keempat kawannya bertandang atas undangan dari mertua Asri.
Sesampai di Negeri, mereka itu disambut orang dengan upacara-upacaranya, lalu disilakan duduk di atas kasur, yang beralaskan “lapik berlambak”, yaitu pandan putih yang amat halus anyamannya dan berbilaikan kain merah. (Salah Pilih: 100)
18)  Dari atas rumah ibunya
Ketika Saniah datang menyambut Asri ketika perhelatan pernikahan mereka.
Ketika mempelai itu turun dari atas rumah ibunya diiringkan oleh beberapa orang baik-baik cukup lengkap dengan pakaian yang indah-indah pula,.... (Salah Pilih: 112)
19)  Kebun
Perhelatan pernikahan sudah dijalankan, namun Asri merasa tidak bahagia. Maka ia mendatangi Asnah, dan janji untuk bertemu di kebun. Asri ingin mengungkapkan rasa tidak bahagianya itu.
Ketika Asnah sampai ke dalam kebun, dilihatnya Asri berdiri menantikan dia. (Salah Pilih: 118)
20)  Pintu belakang rumah
Sehabis berbincang-bincang mengenai keresahan Asri, mereka –Asri dan Asnah, kembali ke rumah lewat pintu belakang rumah.
Kedua kakak-beradik itu berjalan bersisi-sisi arah ke pintu belakang rumah  gedang lambat-lambat,... (Salah Pilih: 123)
21)  Ruang tengah rumah gedang
Saniah sudah berada di rumah Asri, para jamu—tamu-tamu—sudah datang untuk menyambut Saniah dan ikut merasakan kegembiraan bersama keluarga Ibu Mariati.
Saniah dipimpin orang ke ruang tengah, Asri memberi salam dengan ramah kepada Ibunya, Ibu Liah, Asnah, dan segala perempuan yang hadir itu. (Salah Pilih: 124)
22)  Kamar Asri dan Saniah
Saniah agak lelah dengan perjalanan mereka dari Negeri ke rumah gadang, maka ketika sampai rumah gedang, ia langsung menuju kamar dan istirahat di sana tanpa ikut dalam penyambutan dirinya dan Asri.
Dengan tidak berkata sepatah kata jua, tidak mohon diri, ia pun bangkit berdiri, lalu melangkah ke kamar yang telah dilengkapi dengan perkakas itu. (Salah Pilih: 125)
23)  Kamar Asnah
Setelah terjadi peristiwa di rumah gedang yang tidak mengenakan jamu-jamu itu, Asnah dan Ibu Mariati masuk ke dalam kamar, tidak lama Asri juga datang.
Ketika itu Asnah tengah duduk dengan ibunya dalam kamarnya. Tiba-tiba keduanya menoleh ke pintu sebab Asri masuk ke sana dengan terengah-engah. (Salah Pilih: 133)
24)  Ruang tengah
Tempat mereka sekeluarga melaksanakan makan sehabis upacara perjamuan di rumah gedang.
Kemudian ia pun datang menyilakan kedua beranak itu ke ruang tengah. (Salah Pilih: 134)
25)  Kamar Asri dan Saniah
Saniah masih duduk-duduk di kamar, Asnah mencoba membujuk Saniah untuk ikut makan bersama di ruang tengah.
Ketika itu Saniah sedang duduk di kursi dalam kamarnya. Asnah bermohon kepadanya dengan lemah lembut, supaya ia makan. (Salah Pilih: 136)
26)  Dapur
Terjadi pertentangan mulut antara Asnah dan Saniah di kamar Saniah, namun belum juga selesai, Ibu Mariati meminta Asnah untuk membuatkan kopi, lalu ia segera ke dapur untuk membuat kopi.
Dalam pada itu terdengarlah olehnya suara Ibu Mariati memanggil namanya.
      “Asnah, coba beri kami aiir kopi!”
Dengan segera Asnah melompat ke luar, lalu berlari-lari ke dapur. (Salah Pilih: 139)
27)  Kamar Asri dan Saniah
Saniah belum bisa beradaptasi dengan lingkungan yang ada di keluarga Asri tersebut. Saniah selalu mempermasalahkan itu, hingga di kamar pun—tersirat dalam kutipan—mereka sering adu mulut.
“Bagus! Dan engkau pun kularang pula membicarakan tingkah laku ibuku dan kaum keluargaku, sebagai kaulakukan selama ini. Tidak boleh sekali-kali! Nah, sudah, kerjaku terlalu amat banyak.”
Sesudah berkata demikian Asri pun pergi ke luar. Pintu ditutupnya dengan kuat. Saniah merebahkan dirinya ke tempat tidurnya. (Salah Pilih: 157)
28)  Kamar Ibu Mariati
Sakit Ibu Mariati semakin parah. Asri dan Asnah menemani Ibu Mariati di kamarnya.
Ketika matahari terbit dan cahayanya masuk ke kamar dari jendela, maka orang tua itu pun membeliakkan matanya serta memandang ke hadapan dengan tenang. (Salah Pilih: 161)
29)  Ruang tengah rumah gedang
Ibu Mariati sudah meninggal dunia. Tubuhnya ditempatkan di ruang tengah agar bisa dilihat oleh orang-orang yang ingin mendoakan.
Ketika Dt. Maulana dan Baginda Sati sampai ke sana, didapatkannya mayat—Ibu Mariati—sudah dibujur di ruang tengah. (Salah Pilih: 165)
30)  Sungaibatang
Tempat yang biasanya ramai oleh jual-beli badar kering atau badar mersik yang didapat dari Danau Maninjau tiap hari Rabu.
Tiap-tiap hari Rabu di Sungaibatang didadakan pekan, yaitu sebuah pasar, yang teramat  ramai dalam daerah sekeliling danau yang indah permai itu. (Salah Pilih: 193)
31)  Di hadapan rumah seorang tukang jahit
Datuk Indomo sedang bercakap-cakap dengan beberapa orang, lalu ia mendapatkan surat dari seseorang. Ia berniat membuka surat itu ketika sudah sampai rumah, bersama istrinya.
Dengan segera surat itu diambil oleh opas itu, lalu diantarkannya kepada Dt. Indomo, yang tengah duduk bercakap-cakap dengan beberapa orang lain di atas bangku di hadapan rumah seorang tukang jahit. (Salah Pilih: 194)
32)  Rumah Dt. Indomo dan Rangkayo Saleah
Datuk Indomo sudah sampai rumahnya, ia segera memberi tahu Rangkayo Saleah bahwa ia mendapatkan surat.
Sesampai Dt. Indomo ke rumah istrinya, ia pun duduk di sisi Rangkayo Saleah dengan tenang, seraya mengeluarkan sepucuk surat dari dalam saku bajunya. (Salah Pilih: 196)
33)  Rumah gedang
Rangkayo Saleah murka dengan surat dari Kaharuddin, lalu ia berniat untuk menyusul Kaharuddin. Ia menjemput Saniah yang masih ada rumah gedang.
Ia basah kuyup ketika sampai ke rumah gedang itu. Dan hatinya pun kecut, demi dilihatnya Saniah duduk bermenung seorang diri di atas kursi dengan susah dan sedih. (Salah Pilih: 200)
34)  Padang
Rangkayo Saleah dan Saniah menaiki oto untuk menuju Padang, tempat Kaharuddin bermukim.
Tidak berapa lama antaranya, oto itu pun sampailah ke Padang—gelanggang,—terlepas dari jalan kelok-kelok empat puluh empat yang sukar sulit dilalui itu. (Salah Pilih: 209)
35)  Dekat Kampung Ganting
Di dekat Kampung Ganting ada sebuah kelokan yang sangat tajam, supir melewatinya dengan tidak hati-hati.
Dekat Kampung Ganting ada sebuah kelok yang patah sangat. Di situ oto mesti dilambatkan, tetapi supir sudah terikat oleh nafsu kesombongannya. (Salah Pilih: 211)
36)  Rumah sakit militer Bukittinggi
Tempat Rangkayo Saleah, Saniah dan supir ditempatkan karena kecelakaan.
Ketika mayat Rangkayo Saleah dan kedua yang pingsan itu telah diterima dalam rumah sakit militer Bukittinggi, segeralah Sidi Sutan pergi ke rumah guru sekolah agama, akan mengabarkan hal yang sedih ngeri itu kepada anaknya dan menantunya. (Salah Pilih: 212)
37)  Tanjung Priok
Tempat Asnah dan Asri berangkat untuk kembali lagi ke Padang.
Dan pada suatu hari, kedua suami istri itu pun berangkatlah dengan hati gemberia ke Tanjung Priok. (Salah Pilih: 254)
38)  Jakarta
Tempat Asri dan Asnah merantau.
Sekalian buah mulut orang kampung itu sampai jua ke telinga kedua suami istri itu, meskipun mereka sudah jauh dari negerinya, sudah ada di kota Jakarta yang besar itu. (Salah Pilih: 250)
39)  Teluk Bayur
Tempat Asri dan Asnah berlabuh ketika dalam perjalanan ke kampung halaman.
Dua-tiga hari kemudian, setelah mengarungi Lautan Indonesia yang luas dan bergelombang sepanjang arah pantai barat Pulau Sumatera, berlabuhlah kapal itu di Teluk Bayur yang tenang dan permai. (Salah Pilih: 256)

b.      Budaya
1)        Dua orang—laki-laki dan perempuan—yang satu suku atau satu keturunan tidak boleh menikah.
2)        Masyarakat Minangkabau tidak mengindahkan dua orang adik dan kakak—laki-laki dan perempuan—mengungkapkan  kasih sayang dengan berjabat tangan bahkan berpelukan. 
3)        Ketika mencari pasangan hidup, Orang tua masih berperan dalam mencarikan lalu memilih pasangan hidup untuk anaknya.
4)        Orang tua akan merasa malu ketika anaknya, perempuan atau laki-laki, belum juga menikah ketika beranjak pada umur 15 tahun.
5)        Mendidik anak-anak dengan bebas merupakan adat yang salah.
6)        Orang Minangkabau beradat demokrasi; berdarah sama rata dan sama rasa sejak dulu sampai sekarang.
7)        Dalam masa penjajahan Belanda, pangkat laras = p. Kepada daerah; kemudian diubah menjadi demang. Menurut adat Minangkabau terbagi menjadi dua laras: 1. Laras Budi Caniago (demokrasi); 2. Laras Koto Piliang (Ketumanggungan,—di  Melaka [Tumanggung] bersifat aristokrasi).
8)        Menurut adat, jika perempuan yang tinggal di rumah mertua merupakan yang memalukan. Seolah-olah ia tidak punya rumah sendiri.
9)        Keris merupakan tanda pihak keluarga besan menerima permintaan untuk berbesanan.
10)    Sebagian besar masyarakat Minangkabau selain bekerja di pemerintahan, mereka berpenghasilan dari Danau Maninjau.
11)    Dalam adat Minangkabau, seorang laki-laki boleh mempunyai istri paling banyak empat istri.
12)    Dalam proses upacara pernikahan adat Minangkabau, ada disebut dengan “mengantar sirih”. Sirih sebagai simbol makna dan harapan, bila ada kekurangan dan kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan, serta hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya. Pelaksanaannya yakni pihak perempuan dari mempelai laki-laki datang ke rumah mempelai perempuan dengan membawa sirih.
13)    Adat dalam masyarakat Minangkabau menentukan bahwa si suami harus tinggal di rumah istrinya.
14)    Ketika acara mengantar sirih sudah selesai, maka diadakan perjamuan oleh pihak mempelai perempuan bermaksud mengundang mempelai laki-laki ke rumah dengan membawa sekurang-kurangnya tiga-empat orang kawan untuk mengenal calonnya itu dengan baik.
15)    Dalam adat bangsawan Minangkabau, segala perilaku di rumahnya akan diperhatikan. Apalagi ketika proses perjamuan mempelai laki-laki di rumah mempelai perempuan. Dalam perjamuan tersebut, ada satu jenis makanan yang tak boleh dimakan, yakni gulai gedang. Makanan itu disajikan hanya sekadar sebagai hiasan saja. Bila makanan itu dimakan, mereka akan mendapatkan malu yang sangat.
16)    Dalam adat Minangkabau, perempuan lah yang mendatangi laki-laki untuk melamar.  Perempuan lah yang menanggung segala-galanya.
17)    Perayaan pernikahan dalam adat Minangkabau adalah salah satunya dengan menyembelih dua ekor kerbau. Proses pertemuan mereka yakni mempelai dan pengiring laki-laki serta rombongan pengantar perempuan yang muda-muda berjalan jauh dari rumah. Mereka diarak dengan gendang, puput (alat tiup terbuat dr batang padi atau bambu pendek, adakalanya ditambah dng daun kelapa (pucuk rumbia dsb), dan serunai (alat musik tiup sejenis klarinet terbuat dari kayu). Di hadapan mempelai itu, berjalan tiga-empat orang perempuan yakni orang yang menjemput. Seorang diantaranya membawa cerana (tempat sirih) di rumah orang tua mempelai tadi. Begitu sampai ke tempat yang dituju, mereka disambut dengan upacara. Mereka berdiri di halaman, perempuan-perempuan penjemput maju; satu orang membasuh ujung sepatu mempelai dengan air yang telah disediakan di dalam cerek, seorang lagi menyerahkan arai pinang yang telah tersedia juga ke atas kepala mempelai dan pengiringnya. Setelah itu mempelai dan kawan-kawannya disilakan naik dan ditempatkan di kepala rumah sebelah kanan dan pengantar perempuan di bagian kiri dekat mempelai perempuan yang duduk di atas pelaminan. Di antara orang yang menyambut mempelai, adalah dua orang penghulu dari tiap pihak mempelai. Mereka melangsungkan adat pidato panjang, berbalas-balasan pihak mempelai dengan tamu dengan maksud memuji perhelatan tersebut. Sesudah berbalas-balas pidato, mulailah prosesi ijab kabul.
18)    Pada hari pernikahan itu juga, ada satu lagi upacara yang penting dan harus diselenggarakan yakni beberapa orang pihak semenda dari pihak mempelai diutus menyilakan anak perempuan untuk ke rumah mertuanya bersama pengapitnya. Disitu diadakan perjamuan untuk perempuan saja. Jika acara tersebut selesai, anak perempuan beserta pengapitnya disilakan kembali ke rumahnya.
19)    Ketika seseorang meninggal, dalam budaya masyarakat Minangkabau, bedil atau senapan kuno ditembakkan untuk menghormati dan mengabarkan kepada khalayak bahwa ada yang meninggal dunia.
20)    Tiap hari Rabu di Sungaibatang, diadakan sebuah pasar di sekeliling Danau Maninjau. Barang-barang hasil hutan, kebun ladang dibawa orang ke pasar tersebut untuk dijual ke pedagang besar atau pedagang kecil. Oleh pedagang besar barang-barang tersebut dikumpulkan dan dijual ke Bukittinggi atau ke Padang. Selain hasil bumi tersebut, mereka juga menjual barang hasil danau. Seperti ikan dan pensi (kerang besar). Di danau Maninjau ada semacam ikan kecil khas sebesar jari yang terkenal enak, ‘badar’ namanya. Ada sebuah adat unik masyarakat yang tinggal di daerah Maninjau. Bila ada seorang berasal dari Maninjau yang merantau, lalu satu kali dalam sebulan tidak mendapatkan kiriman badar tersebut, maka mereka akan kurang senang hatinya, karena merasa sangat jauh benar dari kampungnya, serasa sudah dilupakan sanak saudaranya.

c.       Waktu
1)      Siang hari, ketika cahaya matahari masih bersinar
Ketika Ibu Mariati masih berbaring di sebuah kamar pengap, ditemani Asnah, yang jendelanya baru dibuka karena Siti Maliah mulai merasakan udara yang tidak sehat.
....Ngeri sekali! Dan cahaya matahari pun menjadi gangguan pula kepadaku. Padahal di luar terlalu banyak yang mesti dikerjakan. (Salah Pilih: 7)
2)      Pakansi bulan Juli
Pakansi dalam KBBI berarti libur. Asri mendapat libur bulan Juli dan kebetulan sekolahnya di Mulo sudah tamat.
      “...Betul, --pakansi bulan Juli. Dan pelajarannya di Mulo tamat sudah. (Salah Pilih: 20)
3)      Hari Ahad atau hari Kamis
Hari Ahad atau hari Kamis digunakan Asri untuk berburu ke hutan.
Adakalanya Asri pada hari Ahad atau hari Kamis ikut berburu babi ke dalam rimba yang tiada berapa jauhnya,... (Salah Pilih: 35)
4)      Pada suatu hari, sesudah makan tengah hari
Ketika Asri dan ibunya bersantai dalam bilik.
Pada suatu hari Asri duduk dalam bilik ibunya. Ia minum kopi sesudah makan tengah hari. (Salah Pilih: 37)
5)      Ketika Ibu Mariati dan Asri sedang berdiskusi perihal calon istri Asri.
Sedang ibu (Mariati) dan anak (Asri) itu berunding berbenar-benar, Asnah berjalan masuk kamarnya cepat-cepat, lalu dikuncinya pintu itu dari dalam. (Salah Pilih: 49)
6)      Siang hari
Ketika Asnah berdiam diri di kamar.
Dengan perlahan-lahan, iapun mengangkatkan kepalanya, lalu memandang pula tenang-tenang ke langit yang biru itu. (Salah Pilih: 51)
7)      Hari Ahad, pukul lima waktu subuh
Ketika Asri sedang santai di kursi rumah
Hari Ahad pagi-pagi, jam besar yang tergantung di dinding ruang tengah rumah gedang itu sudah berbunyi lima kali, alamat hari sudah pukul lima waktu subuh. (Salah Pilih: 76)
8)      Pukul satu
Ketika rumah gedang ramai oleh banyak orang yang hadir untuk ikut dalam proses adat pertalian antara Asri dan Saniah.
Waktu berjalan juga dengan perlahan-lahan, tetapi tetap. Pukul satu sudah berbunyi, dan jamu telah banyak hadir di rumah gedang itu. (Salah Pilih: 78)
9)      Petang
Para tamu yang datang ke rumah Asri sudah mulai pulang. Ibu Mariati dan Asnah mulai berbenah rumah.
Ketika sekalian perempuan itu tiba di gerbang rumah gedang pula, hari sudah petang. Matahari hampir terbenam, hilang di balik bukit barisan. (Salah Pilih: 87)
10)  Larut malam
Rumah sudah mulai sepi setelah diadakan syukuran. Ibu Mariah berniat mengajak seluruh keluarga untuk makan malam.
“Wahai, anak yang malang!” katanya dalam hatinya.—“Dan lekaslah keluar, Asnah,” serunya dengan kuat-kuat, “mari kita makan, sudah agak larut malam rasanya.” (Salah Pilih: 90)
11)  Pukul 12 tengah malam
Di kediaman Ibu Mariati, Asri, Ibu Mariah dan Asnah masih juga belum bisa menutup lelah.
Pukul 12 tengah malam sudah berbunyi. Akan tetapi mereka (Asri, Ibu Mariah, dan Asnah) itu sebagai tak hendak tidur rupanya. (Salah Pilih: 91)
12)  Pada suatu hari
Ketika Asri mendapat kabar untuk berjamu ke rumah mertuanya.
Pada suatu hari, ketika Asri balik dari kantor, dikabarkan oleh Ibu Mariati kepadanya bahwa hari Ahad di uka ia dipanggil mentuanya, akan berjamu ke rumahnya, --yaitu dua hari lagi. (Salah Pilih: 99)
13)  Pukul satu lohor
Sudah tiba waktu untuk berjamu, Asri bersiap untuk berangkat bersama temannya ke rumah Saniah.
Setelah tiba waktunya yang tersebut, maka keempat mereka itu pun hadirlah di rumah gedang itu. Sekaliannya berpakaian yang indah-indah dan mahal-mahal harganya. Pukul satu lohor mereka itu pun berangkat dari situ. (Salah Pilih: 99)
14)  Pukul empat
Asri serta kawan-kawannya duduk di dalam rumah Saniah, namun sajian makanan belum juga datang, padahal mereka sudah kelaparan.
“Benar”, kata yang lain.”Aku sudah lapar sangat. Biasanya aku makan pukul tengah dua, sekarang sudah pukul empat, Asri, eh, Sutan Bendahara!” (Salah Pilih: 102)
15)  Bulan Maulud
Bulan Maulud adalah hari menikahnya Asri dengan Saniah.
Bulan Maulud, hari kawain Asri dengan Saniah datang sudah. Anak muda itu pun minta permisi 14 hari lamanya tidak masuk kantor. (Salah Pilih: 111)
16)  Malam hari, lepas waktu magrib
Perhelatan pernikahan Asri dan Saniah selesai sudah, lalu Asri pulang ke rumah istrinya itu –di Negeri, diantar kawan-kawannya.
Adapun Asri pada malam hari itulah –kira kira lepas waktu magrib –mulai pulang ke rumah istrinya. Ia diantar seorang-dua orang kawannya... (Salah Pilih: 115)
17)  Pada hari itu
Pada hari itu, bersambungan dengan sehabis perhelatan pernikahan Asri dan Saniah masih ada upacara yang harus dilaksanakan, yakni menyilakan anak perempuan dari pihak perempuan untuk datang ke rumah mertua perempuan yang dinikahkan.
Pada hari itu, rupanya masih ada suatu upacara, yang penting dan harus diselenggarakan. Ya, sepenggalah matahari naik berangkatlah pesumandan, yakni beberapa orang semenda dari pihak mempelai, yang sengaja diutus akan menyilakan anak dara ke rumah mentuanya beserta pengapitnya. (Salah Pilih: 115)
18)  Pada hari kedelapan
Pada hari kedelapan setelah pernikahan tersebut, diadakan perjamuan sekali lagi untuk mengenal saudara ipar satu sama lain.
Pada hari yang kedelapan, diadakan perjamuan sekali lagi, “berhelat lauk” namanya, yakni helat yang dalam sekali ujud dan maksudnya. (Salah Pilih: 116)
19)  Waktu makan
Waktu makan sudah datang, Asnah menyiapkan segala hidangan dan semua keluarga berkumpul untuk makan bersama, termasuk Saniah juga harus ikut makan.
Akhirnya datanglah waktu makan.
Asnah bangkit berdiri, lalu berlari ke dapur akan menolong Ibu Liah menghidangkan makanan. (Salah Pilih: 134)
20)  Setelah selesai makan
Saniah tidak juga datang ikut bergabung bersama keluarga untuk makan di ruang tengah, maka Asnah mengantarkan makanan itu kepada Saniah.
Setelah selesai makan, Ibu Mariati duduk ke atas kursi, Asri ke belakang, sedang Asnah menyajikan makanan yang lezat untuk Saniah di kepala rumah sebelah atas. (Salah Pilih: 135)
21)  Pagi-pagi
Tidak terasa pagi sudah datang, Ibu Mariati masih merasakan sakit tersebut. Sudah tahu ajalnya sebentar lagi datang, ia memberikan nasihat bagi anaknya.
Ketika matahari tetrbit dan cahayanya masuk ke kamar dari jendela, maka orang tua itu pun memberliakkan matanya serta memandang ke hadapan dengan tenang. (Salah Pilih: 161)
22)  Petang Kamis malam Jumat
Ibu Mariati semakin sekarat, Asri dan Asnah berada disampingnya. Ibu Mariati merasa menyesal telah memaksa Asri untuk cepat menikah.
Petang Kamis malam Jumat, Asri dan Asnah duduk berjaga bersama-sama dekat ibunya. Mereka itu sudah tahua bahwa ajal ibunya hampir sampai. (Salah Pilih: 161)


23)  Hari Jumat Pagi
Ibu Mariati sudah meninggal. Kabar bahwa ia meninggal tersebar pada Jumat pagi itu pula.
Hari Jumat pagi-pagi. ... . Tiba-tiba kedengaranlah bunyi bedil dengan derasnya, menderu dalam udara yang hening dan jernih itu. (Salah Pilih: 164)
24)  Hari Rabu
Waktu ketika orang-orang melakukan jual beli badar kering atau badar mersik di dekat Danau Maninjau.
Tiap-tiap hari Rabu di Sungaibatang diadakan pekan, yaitu sebuah pasar, yang teramat ramai dalam daerah sekeliling danau yang indah permai itu. (Salah Pilih: 193)
25)  Petang
Ketika Datuk Indomo pamit pulang ke rumah untuk membaca surat bersama-sama dengan istrinya.
...,“saya (Datuk Indomo) hendak pulang, sebab hari sudah petang....” (Salah Pilih: 194)
26)  Sehari sebelum surat dari Kaharuddin tiba
Terjadi pertengkaran hebat antara Saniah dan Asri.
Sehari sebelum tiba surat Kaharuddin itu, terjadilah pertengkaran yang terehebat di antara keduanya. (Salah Pilih: 205)
27)  Tujuh senja
Kaharuddin datang ke rumah sakit untuk menemui Ibu dan Adiknya.
Kira-kira pukul tujuh senja, datanglah Kaharuddin dengan istrinya dari Padang. (Salah Pilih: 213)
28)  Hari Raya Idul Fitri
Asri bertandang ke kediaman Ibu Mariah, bermaksud untuk bertemu dengan Asnah.
“Nah, Kanda Asri curang, Ibu. Kepada saya ia tidak mengucapkan selamat hari raya, ha, ha, ha...,” (Salah Pilih: 245)
29)  Pada suatu malam
Asnah dan Asri bersepakat untuk menikah. Mereka menikah pada suatu malam dengan diam-diam.
..., maka pada suatu malam, dilangsungkannyalah nikah Asri dengan Asnah di rumah Ibu yang berhati rahim...” (Salah Pilih: 248)
30)  Hari Sabtu, pukul setengah sembilan pagi
Asnah dan Asri kembali ke kampung halaman karena mendapat kabar yang gembira mengenai penerimaan mereka kembali di kampung.
Dan pada suatu hari,--hari Sabtu pukul setengah sembilan pagi—kedua suami istri itu pun berangkatlah demham hati gembira ke Tanjung Priok. (Salah Pilih: 254)

4.      Penokohan
a.      Asnah
Anak angkat dari Ibu Mariati dan saudara tiri dari Asri. Seorang anak gadis remaja, yang cantik rupawan. Rambutnya panjang berjalin dan terjuntai ke belakang sampai di bawah pinggangnya. Pakaiannya sederhana. Sifatnya riang, mudah tersenyum, penyabar. Asnah juga seorang gadis yang cantik, baik, sopan, lembut, serta taat dan patuh terhadap Mariati. Asnah memendam rasa cinta pada Asri sejak lama. Ia memilih untuk memendam rasa karena ia rendah diri terhadap kedudukannya yang hanya sebagai anak angkat di keluarga tersebut.
b.      Asri
Seorang pemuda tampan, anak dari Ibu Mariati, berusia 19 tahun. Mempunyai adik angkat bernama Asnah. Ia bersekolah di Jakarta. Asri merupakan pemuda yang cerdas, berpendidikan, punya banyak sahabat, mengabdi pada ibunya. Asri mempunyai cita-cita untuk menjadi dokter, namun apa daya, ibunya sudah tua, Asri harus tinggal dan berumah tangga.
c.       Mariati
Seorang perempuan tua yang sedang sakit lama. Ibu Asri yang memiliki sifat baik terhadap Asnah dan menganggap Asnah sebagai anak kandungnya sendiri meskipun asnah bukan anak kandungnya. Ibu Mariati merasa sudah tua dan ingin anaknya, Asri, untuk tinggal saja, tidak melanjutkan sekolahnya, dan berumah tangga, agar rumah ada yang mengurusi.
d.      Siti Maliah
Seorang perempuan tia, adik dari Mariati, yang merawat Asnah ketika ibunda Asnah meninggal dunia. Siti Maliah juga merawat Ibu Mariati yang sedang sakit dengan baik. Ia selalu memberi obat penawar rasa sakit walau Ibu Mariati sering rewel tidak ingin meminumnya.
e.       Saniah
Seorang perempuan keturunan bangsawan, adik dari Rusiah dan Istri Asri, tetapi bercerai setelah Asri mengetahui watak dan tingkah laku saniah yang sebenarnya yaitu jahat dan licik. Saniah tidak menyukai anak-anak. Sebenarnya ia menyukai Hasan Basri, namun karena kelakuan Hasan Basri yang angkuh, Saniah jadi tidak suka.
f.       Mariah
Seorang perempuan tua, saudara sebapa dengan Ibu Mariati. Sangat menyenangi Asnah yang rajin, karena ia tidak mempunyai anak. Asnah sering datang ke kediaman Ibu Mariah di Bayur.
g.      Hasan Basri
Seorang lelaki yang disukai oleh Saniah, ia juga sahabat dari Asri yang diajaknya ikut bertandang ke acara pertunangan Asri dengan Saniah. Hasan Basri ialah saudagar muda di Kutaraja (Banda Aceh), kemenakan seorang yang kaya, elok dan beradab. Namun Hasan Basri tidak suka meminang dan dipinang.
h.      Rangkayo Saleah
Ibu dari Saniah, Rusia, dan Kaharuddin. Mempunyai tabiat yang sombong karena kebangsawanannya, tamak akan harta, dan menurunkan sifatnya pada Saniah.
i.        Kaharuddin
Anak laki-laki dari Rangkayo Saleah. Ia menikahi seorang gadis yang di luar dari negerinya hingga membuat Rangkayo Saleah geram.
j.        Datuk Indomo
Suami dari Rangkayo Saleah yang mengizinkan puteranya menikahi gadis pilihannya sendiri.
k.      Rusiah
Seorang perempuan keturunan bangsawan yang berusia 20 tahun, istri guru Sutan Sinaro. Mempunyai dua anak yang ia didik dengan bebas, tanpa mengikuti adat kebangsawannya, karena ia meyakini dengan mendidik anaknya dengan bebas, maka mereka tidak akan tertekan oleh adat. Parasnya elok dan manis.
5.      Sudut Pandang
Dalam novel ini sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Karena pengarang menceritakan tokoh utama dengan menyebut namanya, misalnya Asri, Asnah dan lain-lain.




PENUTUP
A.    Simpulan
Pikiran manusia selalu berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi. Dengan pikirannya yang semakin berkembang tersebut, tidak selamanya adat-adat yang dipakai di masa lalu dapat beriringan dengan kehidupan manusia zaman sekarang. Bukan zamannya lagi adat dapat diberlakukan bila menghambat sesuatu. Apalagi cinta, karena semua dihalalkan ketika bertentangan dengan cinta dan perang – anonim. Sudah saatnya adat kaku seperti halnya yang terdapat dalam novel “Salah Pilih” ini diperbarui asalkan tidak menentang agama dan keyakinan.
B.     Saran
Novel klasik dengan menggunakan bahasa yang masih Melayu baik digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di ksmpus, sebab mahasiswa dapat mengenal dengan baik bagaimana penggunaan bahasa Indonesia di masa sebelum kemerdekaan dan dapat pula membandingkan bahasa-bahasa zaman melayu klasik hingga zaman sekarang. Selain mengenal kebahasaan zama melayu klasik, mahasiswa juga dapat tercerahkan dengan amanat-amanat yang terdapat dalam novel “Salah Pilih” karya Nur Sutan Iskandar. Bila guru-guru di tingkat sekolah ingin mengajarkan novel ini sebagai bahan referensi, hendaknya dengan pengawasan yang sebaik-baiknya sebab dikhawatirkan siswa kurang paham dengan apa amanat besar yang terdapat dalam novel “Salah Pilih” karya Nur Sutan Iskandar ini.





DAFTAR PUSTAKA
St. Iskandar, Nur. 2006. Sastra Klasik “Salah Pilih”. Jakarta: Balai Pustaka.
Danandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia; Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: Grafiti.
Kosasih, E. 2014. Jenis-jenis Teks dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMA/SMK/MA. Bandung: Yrama Widya.
Badudu, J.S. 1990. Buku dan Pengarang. Bandung: Pustaka Prima.
KBBI Online
Sukirno, Hadi. (2011). Pernikahan Adat Minangkabau.  [Online]. Tersedia: http://www.hadisukirno.com/artikel-detail/Pernikahan_Adat_Minangkabau [28 Desember 2014]
Dewabrata, W.A., Wahyudi, M.Z., dam Kusuma, B.W. (2010, 12 Maret). Baghi Besemah: Rumah Berukir Falsafah Hidup. Kompas [Online]. Tersedia: http://m.kompas.com/properti/read/2010/03/12/08023263/baghi.besemah.rumah.berukir[27 Desember 2014]
Sweetgaharu. (2011). Sudah Gaharu, Cendana Pula. [Online]. Tersedia: http://sweetgaharu.blogspot.in/2011/12/sudah-gaharu-cendana-pula.html?m=1 [28 Desember 2014]
Wikipedia Bahasa Indonesia. (2014). Majas. Jenis-jenis Majas. [Online]. Tersedia: http://id.m.wikipedia.org/wiki/Majas [26 Desember 2014]

Taman Ismail Marzuki. (2014). Nur Sutan Iskandar. [Online]. Tersedia: http://tamanismailmarzuki.com/seniman/nur-sutam-iskandar

No comments:

Post a Comment