PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Adat istiadat merupakan tata kelakuan yang kekal dan
turun-temurun dari generasi satu ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat
integrasinya dengan pola perilaku masyarakat (KBBI online). Adat istiadat
diwariskan melalui media lisan maupun tulisan. Adat istiadat sebagai suatu
kebiasaan adalah cerminan dari kepribadian suatu bangsa. Indonesia memiliki
beragam adat berkenaan dengan keanekaragaman budaya yang dimiliki, hal ini
didasari oleh letak geografis Indonesia yang menjadi lokasi strategis untuk
pertukaran budaya dari para pendatang. Adat di Indonesia sangat terpengaruh
oleh budaya yang dibawa oleh para pendatang. Budaya besar yang masuk ke
Indonesia diantaranya budaya masyarakat Hindu, Budha, dan Islam.
Seperti pada data yang kami dapatkan dari wikipedia bahasa Indonesia, bahwa budaya
Minangkabau pada mulanya bercorakkan budaya animisme dan Hindu-Budha.
Kemudian sejak kedatangan para reformis Islam dari Timur Tengah pada
akhir abad ke-18, adat dan budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam dihapuskan.
Para ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik, mendesak
Kaum Adat untuk
mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya
animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat kepada syariat Islam.
Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam
pesta-pesta adat masyarakat Minang. Seperti halnya nilai-nilai Islam masyarakat
Minangkabau yang terintegrasi dalam novel “Salah Pilih” karya Nur Sutan
Iskandar. Misal, pesan yang disampaikan adalah ketika Rusiah berdebat dengan
Saniah perihal perbedaan derajat antara manusia. Sebab Saniah keturunan
bangsawan , ia selalu merendahkan orang lain, padahal adat Minang mengajarkan
untuk saling menghormati dan menyayangi sesama manusia.
Seiring dengan perubahan zaman, adat-adat Islam
seperti boleh menikahi empat perempuan, sudah ditepis oleh keberadaan budaya
modern yang dibawa oleh Eropa. Seperti yang terjadi ketika Asri ingin menikah,
namun ia sungguh-sungguh mencari perempuan yang terbaik agar ia tidak perlu
mencari perempuan lagi untuk dinikahi. Ia tidak mengindahkan adatnya yang
mengizinkan lelaki untuk menikahi empat perempuan, adat kuno katanya. Lalu
ketika Ibu Mariati mengizinkan Asri untuk mencari perempuannya sendiri untuk
dinikahi, padahal adat yang seharusnya adalah keluarga lah yang mencarikan
calon istri untuk anak laki-lakinya. Banyak adat Minang yang disinggung dalam
novel ini dan dikatakan adat kuno, dan adat dari Eropa lah yang modern.
Semisal, berjabat tangan dengan saudara sendiri. Hal ini terjadi ketika Asri
baru pulang dari perantauan dan ingin berjabat tangan dengan Asnah, yang
merupakan adik tirinya. Asnah tidak mengindahkan itu karena tidak sesuai adat,
namun Asri bilang itu kuno.
Penulis menyampaikan banyak pemikiran kuno yang
masih dipegang teguh oleh masyarakat Minang, dan ia mencoba untuk mendobrak
kekunoan itu dengan pemikiran yang lebih bebas akan sesuatu. Sebenarnya kami
cukup kaget ketika mengetahui bahwa di awal abad 20 ada seseorang yang merasa
tidak nyaman dengan adatnya yang kaku. Itu artinya sudah sejak lama, ada yang
kaku itu sudah diberontak dengan sastra, namun nyatanya sampai sekarang masih
ada adat-adat yang tidak berubah.
B.
Tujuan
1. Mengapresiasi
novel klasik.
2. Membandingkan
adat istiadat kuno dengan modern.
3. Menemukan
kaidah-kaidah kebahasaan yang dipakai pada masa sastra klasik.
C.
Manfaat
1. Mengetahui
adat istiadat masyarakat Maninjau.
2. Mengetahui
dan memahami kebahasaan yang dipakai pada masa sastra klasik.
PEMBAHASAN
A.
Sinopsis
Di daerah Minangkabau, Sumatera Barat, tinggallah
sebuah keluarga pada sebuah gubuk yang pengap, yakni seorang ibu, anak, dan
pembantu. Sang ibu (Mariati) menderita kesakitan pada kakinya, namun ia selalu
ditemani oleh pembantunya (Siti Maliah) yang sering memberi obat-obat yang
tidak enak. Ibu Mariati merupakan seseorang yang rewel, dan sulit diberitahu,
namun perangainya itu luluh oleh anak angkatnya, Asnah. Selain perangainya yang
mudah luluh oleh Asnah, kesakitan yang ia derita juga dapat terobati dengan
kehadiran Asnah di sampingnya. Ia sangat menyayangi Asnah seperti ia menyayangi
anak kandungnya sendiri. Asnah pun menyayangi Ibu Mariati seperti ibunda nya
sendiri, sekalipun ia mengetahui asal-usulnya dari cerita yang telah
diungkapkan Ibu Mariati ketika Asnah mulai bertanya mengenai asal-usulnya, lalu
akhirnya Ibu Mariati bersedia menceritakan asal-usul Asnah sebab umur Asnah
sudah mencukupi untuk tahu apa sebenarnya terjadi.
Ibu Mariati mempunyai seorang anak laki-laki bernama
Asri. Asri menuntut ilmu di Jakarta. Ia tidak pulang sejak lama. Kemudian suatu
saat Asri pulang naik oto. Ibu Mariati, Asnah, dan Siti Maliah tidak kepalang
bahagianya atas kedatangan Asri.
Ibu Mariati memperlakukan Asri dan Asnah layaknya
saudara kandung sendiri. Asri dan Asnah pun saling mengasihi sejak kecil hingga
mereka beranjak dewasa. Asri suka bercerita kepada Asnah. Bahkan bila Sang Ibu
tidak tahu, Asnah pasti tahu. Sebab bila Asri menceritakan kesulitannya kepada
Asnah, hati nya terasa lega. Seiring dengan berkembangnya Asnah dan Asri ke
jenjang kedewasaan, Asnah berubah perasaannya kepada Asri. Bukan lagi sebagai
saudarara perempuan kepada saudara laki-laki, namun sebagai perempuan yang
mencintai laki-laki. Ia mencintai Asri ketika ia sudah pandai merasa dan
berpikir. Namun demikian, Asnah tidak ingin Asri mengetahui perasaan cinta
Asnah itu.
Asri sudah kembali lagi ke rumah gedang itu, tentu
Ibu Mariati, Asnah, dan Siti Maliah sangatlah bergembira. Anak muda-muda banyak
yang berlalu-lalang datang berdatangan ke rumah Asri, lalu berjalan-jalan dan
bermain-main dengannya ke sana kemari. Semenjak kedatangan Asri pun, kaki Ibu
Mariati rasanya tidak sakit lagi. Saking senangnya Ibu Mariati, ia berniat agar
Asri tetap di rumah dan menikah, tidak perlu melanjutkan sekolah ke jenjang
SMA.
Suatu saat, pada waktu yang dikira sempurna, Ibu
Mariati berbicara pada Asri. Dengan berbasa-basi mengenai dirinya yang sudah
beranjak tua, ia berharap Asri tetap tinggal di lingkungan rumah agar ada yang
mengurus, bahkan ketika Ibu Mariati meninggal. Lalu dengan sejurus kata,
akhirnya Ibu Mariati menyinggung tentang pernikahan. Sebenarnya bukan hal mudah
untuk mengatakan itu, sebab Sang Ibu mengetahui cita-cita anaknya yang ingin
meneruskan ke sekolah dokter. Asri mengerti dengan perasaan Ibunya. Kemudian ia
menerima ajuan Ibunya untuk tetap tinggal dan berumah tangga. Asri terkejut
ketika Ibunya memberikan pilihan mengenai perempuan-perempuan yang akan dinikahinya.
Asri kira, Ibu Mariati sudah menentukan satu perempuan yang jadi pilihannya,
sebab menurut adat seharusnya keluarga lah yang memilih. Asri kira Sang Ibu
sudah insaf akan perubahan zaman.
Mengetahui Ibu Mariati meminta Asri untuk tinggal
dan berumah tangga, Asnah merasa kaget dan sedih. Ketika Asri bertanya mengenai
pendapat Asnah tentang perempuan-perempuan pilihan Ibu, Asnah terlihat tidak
terima. Segala hal yang menyangkut pernikahan, air muka Asnah pasti berubah.
Asri juga menyadari ketidakberesan yang terjadi pada Asnah. Asnah seakan tidak
suka akan maksud Asri untuk menikah.
Tidak berapa lama setelah perbincangan antara Ibu
dan anak itu, akhirnya mereka memutuskan perempuan yang akan dinikahi sang
anak. Dulu, pada usia 14 tahun Asri sempat menyimpan rasa pada Rusiah di
Negeri, dan Asri merasa hanyalah Rusiah yang ia harapkan menjadi istrinya
kelak. Namun, ketika Asri sekolah di Bukittinggi, ternyata Rusiah sudah
menikah. Tapi Rusiah mempunyai adik bernama Saniah. Asri merasa Saniah ini
serupa dengan Rusiah secara hal pikiran dan adat. Saniah memiliki adat yang
tinggi, ia keluarga bangsawan, dan keluaran sekolah Belanda, Holland-Inlandse School. Ibu Mariati
khawatir dengan perangai Saniah itu. Namun Asri meyakinkan, Saniah masih muda,
masih bisa diubah sifatnya. Semoga sifat ibu-bapak Saniah yang baik hati itu
turun kepada nya, semoga pula Saniah mau tinggal di rumah Asri.
Asnah benar-benar dirundung sedih mengenai rencana
pernikahan Asri. Ia tersiksa karena tidak bisa mengungkapkan perasaannya sebab
ia merasa bahwa dirinya hanyalah seorang adik angkat, seorang yatim-piatu yang
tidak punya apa-apa, tidak punya hak. Lagipula, menurut adat, sukunya melarang
keras mereka menjadi suami-istri. Asri dan Asnah tetap satu suku, sekaum,
meskipun silsilahnya jauh. Asnah berpikir, jadi saudara saja sudah bukan kepalang
bahagianya, ia berharap bahwa keadaan ini bertahan selamanya. Asri meminta
pendapat Asnah mengenai Saniah. Asnah tahu ini adalah hal yang sangat berat,
namun ia tidak boleh menunjukan keberatannya pada Asri. Akhirnya ia menyetujui
Asri menikah dengan Saniah.
Awalnya Saniah sama sekali tidak terpikir akan
menikah dengan Asri, namun karena Asri merupakan seseorang yang terpelajar, dan
mempunya jabatan sebagai amtenar, maka Saniah menerima saja. Sebab sebenarnya
ia menyukai laki-laki lain, yakni Hasan Basri. Namun, Hasan Basri tidak ingin
menikah sebab-sebab hal tertentu.
Tak lama, dilangsungkanlah upacara perkawinan Asri
dengan Saniah yang sangat meriah. Setelah menikah, mereka berdua pindah ke
Rumah Gadang milik keluarga Asri. Dari situlah diketahui bahwa
sifat Saniah tidaklah seelok yang dia perlihatkan saat sebelum
menikah. Saniah begitu memandang rendah terhadap Asnah hanya karena Asnah
adalah seorang anak angkat. Dia merasa bahwa tidak sepatutnya Asnah
disejajarkan dengan dirinya yang berasal dari kaum terpandang. Ternyata, sifat
Saniah begitu angkuhnya, berbeda dengan yang dia perlihatkan sebelum menikah
dahulu. Saniah begitu sering berkata menyindir, bersikap bengis, bahkan mencaci
maki yang begitu menyakitkan hati Asnah. Bahkan terhadap mertuanyapun, Saniah
bersikap yang kurang sopan. Namun Asnah adalah seorang gadis
yang tegar dan sabar yang mempunyai hati yang lapang,dia tak pernah
membalas perlakuan buruk dari iparnya itu. Tak lama setelah menikah,
adat buruk Saniah semakin menjadi-jadi. Bahkan sekarang dia berani melawan
terhadap suaminya, kerap kali ia juga berkata kasar terhadap suaminya. Sehingga
dapat dilihat kalau adat Saniah tak jauh bedanya dengan ibunya, Rangkayo
Saleah.
Saniah dan Asri mengalami pertengkaran hebat. Asri
meninggalkan Saniah sendiri di rumah gedang, lalu kebetulan Rangkayo Saleah
menjemput Saniah, karena ia mendapat surat dari Kaharuddin bahwa Kaharuddin
sudah menikah dengan seorang perempuan di Padang. Rangkayo Saleah berniat untuk
mendatangi Kaharuddin ke Padang. Dalam perjalanan, Rangkayo Saleah, Saniah,
Sidi Sutan, beserta supir mengalami kecelakaan yang tidak bisa dihindari.
Rangkayo Saleah meninggal di tempat, sedangkan Saniah meninggal di rumah sakit,
dan yang lainnya selamat. Saniah merasa menyesal atas perbuatan buruknya pada
semua orang, namun apa daya, maut sudah menjemput.
Asri mengalami kebingungan yang sangat ketika banyak
orang yang datang bermaksud ingin meminangnya. Namun, hatinya tetap tertambat
pada Asnah. Hingga pada suatu hari, Asri mendatangai Asnah dengan maksud ingin
menikahinya. Banyak orang yang tidak setuju dengan pernikahan Asnah dan Asri
karena mereka saudara sesuku. Maka, mereka menikah dengan diam-diam lalu
merantau ke Jakarta.
Mereka masih belum bisa diterima di kota besar
tersebut. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dengan keteguhan mereka,
mereka dapat beradaptasi dengan lingkungan tersebut dan dihormati oleh para
tetangga-tetangganya. Pada suatu hari, ada surat dari kampung yang menyampaikan
bahwa masyarakat kampung ingin Asri dan Asnah kembali ke kampung dengan jabatan
sebagai kepala daerah. Sebab masyarakat sadar bahwa mereka membutuhkan kaum
intelek sepeeti Asri, dan kaum perempuan yang peduli akan sosial masyarakat di
sana. Dengan senang hati mereka berdua pulang ke kampung halaman. Mereka
berniat untuk memperbaiki adat yang salah, dan membangun kampung dengan modern,
sebab mereka melihat potensi keindahan yang dimiliki kampung mereka tersebut. Mereka
hidup damai dengan lingkungannya, dan sesuai dengan amanat almarhumah Ibu
Mariati, sampai kapanpun mereka tidak akan dipisahkan oleh apapun.
B.
Kepengarangan
Sastrawan
yang memiliki nama asli Muhammad Nur ini dilahirkan di Sungai Batang, Maninjau,
Sumatera Barat, 3 November 1893. Pendidikannya ditempuh di Sekolah Melayu Kelas
II (1908). Selanjutnya ia belajar untuk menjadi guru bantu (tamat 1911) dan
menempuh ujian Klein Ambtenaars Examen.
Menjadi guru bantu di Muarabeliti, Palembang, Sumatera Selatan dan pindah ke
kota Padang, Sumatera Barat untuk menjadi guru Sekolah Melayu Kelas II di kota
tersebut (1914).
Tahun
1919, ia meninggalkan kota Padang dan hijrah ke Jakarta. Di Jakarta, ia bekerja
di Balai Pustaka. Sambil bekerja ia terus berusaha untuk menambah
pengetahuannya, baik secara formal maupun nonformal. Tahun 1921, ia dinyatakan
lulus dari Kleinambtenaar (pegawai
kecil) di Jakarta dan pada tahun 1924, mendapat ijazah dari Gemeentelijkburen Cursus (Kursus Pegawai
Pamongpraja) di Jakarta. Ia pun terus memperdalam kemampuan berbahasa Belanda
nya.
Berkat ketekunannya, ia menjadi orang yang pertama bekerja di
Balai Pustaka sebagai korektor naskah karangan, dan selanjutnya diangkat
sebagai Pemimpin Redaksi Balai Pustaka (1925-1942) dan Kepala Pengarang Balai
Pustaka (1942-1945).
Di Balai Pustaka itulah, ia banyak memperoleh pengalaman dan pengetahuan
mengenai dunia karang-mengarang dan juga mulai terasah bakatnya ke arah itu.
Ketika berkesempatan mengikuti Kongres Pemuda di Surabaya (1930-an), ia
berkenalan dengan Dokter Sutomo, tokoh pendiri Budi Utomo. Oleh Dr. Sutomo, ia
diajak berkeliling kota Surabaya. Hampir semua tempat di sana mereka kunjungi,
tidak terkecuali tempat pelacuran.
Selanjutnya bakat menulisnya yang sudah tumbuh, mulai memainkan
peran. Secara perlahan ia menjelma menjadi penulis yang produktif. Tidak saja
menulis karya asli, ia juga menulis karya saduran dan terjemahan. Hal itu
dimungkinkan karena penguasaan bahasa asingnya cukup baik.
Dalam
beberapa karya asli yang ia tulis, tercatat beberapa kali ia menggunakan
pengalam pribadinya untuk dituangkan ke dalam sebuah karyanya, antara lain
dalam karya “Apa Dayaku karena Aku Perempuan” (novel, 1922), “Cinta yang
Membawa Maut” (novel, 1926), “Salah Pilih” (novel, 1928), dan “Karena Mertua”
(novel, 1932). Ia banyak bercerita tentang kepincangan yang terjadi dalam
masyarakatnya, khususnya yang berkaitan dengan adat istiadat. Pengalaman ke
tempat pelacuran bersama Dr. Sutomo dituangkannya menjadi sebuah karangan yang
diberi judul “Neraka Dunia” (novel, 1937). Dalam ‘Pengalaman
Masa Kecil’ (kumpulan cerpen, 1949), Nur Sutan Iskandar dengan jelas
bercerita tentang keindahan kampung halamannya dan suka duka masa kecilnya.
Sedangkan karya tulisnya yang berupa saduran dan terjemahan, ia ambil dari
beberapa buku-buku karya pengarang asing seperti Moliere, Jan Ligthrta, Alexandre Dumas, H. Rider Haggard, Arthur Conan Doyle, K.
Gritter, dll. Keaktifannya yang lain adalah ia menjadi ahli bahasa pada Komisi
Bahasa dan Istilah, dan sejak 1950 menjadi dosen pda Fakultas Sastra UI dalam
mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Lalu ia menikah dengan Aminah. Seperti umumnya lelaki Minangkabau lainnya, setelah menikah oleh keluarga istrinya, ia diberi
gelar Sutan Iskandar. Sejak itu, ia memakai gelar itu yang dipadukan dengan
nama aslinya menjadi Nur Sutan Iskandar.
(tamanismailmarzuki.com)
Nur Sutan Iskandar,
seorang penulis yang lahir di Minangkabau menyiratkan penolakkannya terhadap
adat dari daerahnya sendiri. Beberapa kali ia menyebutkan bahwa sebagian adat
yang dianut oleh masyarakat Minang adalah adat yang kuno. Maka dari itu, lewat
novel ini ia mencurahkan segala keluh kesahnya tentang adat-adat yang
dianggapnya kuno itu. Adat-adat yang kuno tersebut sudah kami bahas pada latar belakang
penulisan.
C.
Kajian
Struktur Novel
1.
Pengenalan
Situasi Cerita (Orientation)
a.
Asnah tinggal bersama sebuah keluarga di
Minangkabau, yakni Ibu Mariati, Siti Maliah, adik dari Ibu Mariati, dan Asri
anak kandung Ibu Mariati. Persaudaraa
antara Asnah dan Asri sejak kecil menumbuhkan benih-benih cinta pada
diri Asnah kepada Asri. Asnah menyimpan rasa sayang yang lebih dari sekedar
saudara kepada Asri. Namun Asnah tidak berani mengungkapkannya pada Asri sebab
ia sadar bahwa dirinya hanya seorang anak angkat yang tidak punya apa-apa.
2.
Pengungkapan
Peristiwa (Complication)
a. Ibu
Mariati bahagia dengan kedatangan Asri ke rumah. Namun ia memiliki keinginan
agar Asri tetap tinggal di rumah, dan berumah tangga agar kelak ada yang
mengurusi harta benda di kampung halaman. Sebenarnya Asri sudah mempersiapkan
segala hal untuk pernikahan, namun ia belum tahu siapa calon istri yang akan
dinikahinya. Setelah menimbang-nimbang segala hal, akhirnya ia memilih Saniah,
seorang anak dari keluarga bangsawan, adik dari Rusiah, seorang perempuan yang
dulu pernah ia cintai ketika berusia 14 tahun. Asri meminta pendapat Asnah,
namun Asnah dengan tegar mempersilakan Asri untuk bebas memilih, yang penting
dapat menyayangi dan menerima kehadiran Ibu Mariati dan Asnah ditengah-tengah
kehidupan mereka kelak.
b. Ketika
proses menuju pernikahan dimulai, Asnah dan Ibu Mariah datang ke tempat
kediaman Saniah. Di sana mereka mendapatkan sambutan yang kurang menyenangkan
dari Saniah dan Ibunya. Saniah dan Ibunya mempunyai sifat yang sama-sama
sombong sebab mereka keturunan bangsawan. Berkali-kali mereka merendahkan
Asnah, sebab Asnah hanya anak angkat dari Ibu Mariati. Asnah sangat sedih
dengan kejadian itu. Namun ia tidak mau kejadian itu sampai tersebar
kemana-mana. Untung hanya Asnah dan Ibu Mariah yang tahu
c. Asri
menikah dengan Saniah. Walau Asri tidak suka pada adat Saniah yang kaku, ia
merasa harus tetap menikah. Ia membawa Saniah ke rumah gadang, tinggal bersama
ibu dan adiknya.
3.
Menuju
Konflik (Rising Action)
a. Asri
menikah dengan Saniah. Selama pernikahan tersebut banyak sekali masalah yang
mengguncang mereka. Pada awal pernikahan pun, sebab sifat Saniah yang sombong,
ia tidak mau bergaul dengan lingkungan sekitarnya, bahkan keluarganya sendiri.
Ia juga menganggap Asnah dan Ibu Liah merupakan pembantu. Itu yang selalu jadi
masalah dalam pertangkaran antara Asri dan Saniah. Asnah selalu dicaci Saniah
ketika Asri tidak ada di rumah.
b. Ibu
Mariati meninggal karena sakitnya. Sebelum meninggal, ia mengatakan bahwa
betapa menyesalnya ia memaksa Asri untuk menikah secepatnya. Sebenarnya ketika
Asri sudah menikah, ia ingin Asri dan istrinya menjadi keluarga panutan bagi
masyarakat, namun pada kenyataannya Asri dan istrinya malah sering bertengkar
karena permasalahan adat. Ibu Mariati ingin Asri berbahagia dengan Asnah saja,
dengan maksud lain membangun keluarga baru dengan menalaki Saniah.
4.
Puncak
Konflik (Turning Point)
a. Asnah
merasa tidak berguna lagi tinggal di rumah gedang karena Ibu Mariati sudah
tiada. Ia berniat untuk pergi ke kediaman Ibu Maliah. Sementara Asri pergi
bekerja, Saniah selalu berburuk sangka bahwa Asri selalu mengunjungi Asnah di
rumah Ibu Maliah. Padahal Asri sibuk bekerja, kepeduliannya terhadap sosial
masyarakat juga membuatnya harus sering-sering di luar. Merasa tidak diacuhkan,
Saniah sudah geram terhadap sikap Asri itu. Akhirnya ia bertengkar hebat dengan
Asri. Saniah sudah tidak tahan lagi hingga ia minta dicerai saja. Asri pergi
dari rumah gedang meninggalkan Saniah sendiri.
b. Rangkayo
Saleah mendapat kabar bahwa Kaharuddin sudah menikah dengan seorang perempuan
yang bukan dari negerinya sendiri di Padang. Ia berniat untuk menyusul
Kaharuddin ke sana karena ia tidak terima dengan pernikahan tersebut. Awalnya
ia mengajak Asri dan Saniah, namun karena Asri tidak ada di rumah, maka ia mengajak
Saniah saja untuk ikut ke Padang. Ia menaiki oto bersama dengan Sainah, Sidi
Sutan dan seorang supir. Rangkayo Saleah ingin supir mengendarakan oto dengan
cepat-cepat karena mengejar jadwal kereta. Di perjalanan, dekat Kampung Ganting
ada sebuah belokan yang sangat tajam. Di jalan itulah, sang supir yang sombong
beserta dengan Rangkayo Saleah yang menyuruh untuk cepat-cepat, oto yang mereka
tumpangi tidak bisa mengikuti belokan tersebut itu dengan lancar. Akhirnya
mereka terjun ke jurang. Rangkayo Saleah langsung meninggal di tempat, Saniah
meninggal di rumah sakit, sedang Sutan
Sidi dan supir selamat.
5.
Penyelesaian
(Ending)
a. Setelah
kematian mertua dan istrinya, Asri didatangi oleh banyak orang tua yang ingin
menikahkan anak perempuannya dengan Asri. Namun Asri menolak semua lamaran.
Sebenarnya ia masih memendam rasa cinta pada Asnah, dan berharap Asnah mau
menerimannya. Kemudian ia datang ke kediaman Ibu Mariah, yang di sana juga ada
tinggal adik angkat yang dicintainya itu. Asri datang bermaksud untuk menikahi
Asnah. Ia tahu bahwa menikahi Asnah sama saja melanggar adat, karena ia satu
suku dengan Asnah. Namun, Ibu Mariah menyetujui pernikahan tersebut, hingga
dilaksanakanlah pernikahan tersebut dengan diam-diam. Setelah mereka menikah,
mereka pergi merantau ke Jakarta karena kampung mereka tidak menerima orang
yang tidak mematuhi adat.
6.
Koda
a. Suatu
saat mereka mendapat surat dari kampung bahwa masyarakat kampung ingin Asri dan
Asnah kembali untuk memimpin kampung. Masyarakat sadar mereka membutuhkan kaum
intelek seperti Asri, dan kaum yang peduli kesosialan masyarakat seperti Asnah.
Dengan sangat bahagia, mereka pulang ke kampung halaman. Di kampung, mereka
disambut dengan sukacita oleh masyarakat. Mereka berniat untuk memperbaiki adat
yang salah, dan membangun kampung dengan modern, sebab mereka melihat potensi
keindahan yang dimiliki kampung mereka tersebut. Mereka hidup damai dengan
lingkungannya, dan sesuai dengan amanat almarhumah Ibu Mariati, sampai kapanpun
mereka tidak akan dipisahkan oleh apapun.
D.
Kajian
Kaidah Kebahasaan
Bahasa yang digunakan dalam novel “Salah Pilih”
karya Nur Sutan Iskandar ini tentulah memakai bahasa yang digunakan pada masa
Balai Pustaka, yakni Melayu. Apalagi latar tempat yang dipakai dalam novel ini
adalah Minangkabau, pasti bahasa melayunya sangat kental. Penggunaan bahasa
Melayu pada novel ini juga disertai dengan struktur kebahasaan yang biasa
dipakai masyarakat Melayu. Selain penggunaan bahasa Melayu yang sangat kental,
novel “Salah Pilih” juga memakai bahasa yang memakai latar belakang keagamaan,
yakni Islam.
1.
Kata “bercerai” pada kutipan berikut:
Bagaimana
sukacita seorang berjumpa pula dengan saudara-saudaranya yang dikasihinya,
sesudah bercerai beberapa tahun lamanya, terlukis pada wajah kedua
mereka itu. (Salah Pilih: 27)
Kata
“bercerai” menurut KBBI adalah tidak berhubungan lagi. Di masa sekarang, kata
“bercerai” biasanya dipakai untuk pasangan suami-istri yang sudah tidak
berhubungan lagi karena talak. Namun kata “bercerai” pada konteks kalimat di
novel adalah terpisahnya dua orang saudara, yakni kakak dan adik karena jarak.
2.
Kata “berbiduk-biduk” pada kutipan
berikut:
“Kadang-kadang
mereka itu pergi berbiduk-biduk, madni-madni, berenang-renang dalam
Danau Maninjau yang luas itu,...” (Salah Pilih: 35)
Kata
“berbiduk-biduk” berasal dari kata dasar “biduk” yang artinya perahu kecil yg dipakai untuk menangkap ikan atau
mengangkat barang-barang di sungai. Sedangkan “berbiduk-biduk” berarti
berekreasi (bersenang-senang) dng naik biduk. “Berbiduk-biduk” ini digunakan
karena zaman dahulu perairan masih menjadi destinasi wisata bagi masyarakat
setempat, apalagi yang tempat tinggalnya dekat dengan Danau Maninjau.
3.
Kata “Ahad” pada kutipan berikut:
Adakalanya
Asri pada hari Ahad atau hari Kamis ikut berburu babi ke dalam rimba yang
tiada berapa jauhnya,... (Salah Pilih: 35)
Latar belakang masyarakat Sumatera Barat adalah dominan
beragama Islam kental. Pendidikan moral-moral Islam sudah ditanamkan sejak
kecil. Maka, hari “Ahad” digunakan sebagai pengganti hari di awal pekan karena
kebiasaan mereka dengan hal-hal yang berbau Islam.
4.
Kata “gambar hidup” dan “komidi
bangsawan” pada kutipan berikut:
Meskipun
ke pelesiran di kampung itu tidak seperti di kota-kota yang besar dan ramai
melihat gambar hidup atau komidi bangsawan,...
(Salah Pilih: 36)
“Gambar hidup” dapat diartikan sebagai film, sedangkan
“komidi bangsawan” bisa dimaknakan sebagai pertunjukkan peran yang biasanya
disaksikan hanya oleh kalangan bangsawan.
5.
Kata “bercampur” pada kutipan berikut:
“Aku
tak dapat bercampur dengan seorang perempuan, yang bersifat seperti
itu,--tak berhati rahim kepada anak-anak....“ (Salah Pilih:
31)
Kata
“bercampur” menurut KBBI adalah berbaur menjadi satu. Sebenarnya tidak ada
bedanya dengan maksud yang digunakan pada masa sekarang, namun biasanya
bercampur itu digunakan untuk benda yang larut, seperti misalnya, Gula itu bercampur dengan air teh. Jadi
kata “bercampur” tidak digunakan dalam hubungan antar manusia karena manusia
bukan zat yang bisa larut.
6.
Kata “terbetik terberita” pada kutipan
berikut:
“...Senangkanlah
hati Anak! Yang buruk takkan kami pakai dan takkan ‘terbetik terberita’
kepada siapa pun.” (Salah Pilih: 86)
Kata ‘terbetik’ menurut KBBI adalah tersiar. Bisa
didapatkan kesimpulan bahwa kata terbetik terberita adalah tersiar, atau terkabarkan
kepada khalayak orang.
7.
Kata “merah suram” pada kutipan berikut:
“Syukur!
Dan adakah berkenan dia kepadamu, Asnah?” tanya Asri kepada adiknya, yang
berubah-ubah warna mukanya: sebentar pucat dan sebentar merah suram.
(Salah Pilih: 88)
Kata “merah suram” diibaratkan sebagai air muka yang
merah namun gelap, menampakkan kesedihan yang mendalam, atau kekecewaan.
8.
Kata “remuk redam” pada kutipan berikut:
Sesungguhnya
hati Asnah remuk redam, sebagai kaca jatuh ke batu.
(Salah Pilih: 89)
Kata “remuk redam” merupakan majas hiperbola yang
bermaknakan sesuatu yang hancur.
9.
Kata “jamu” pada kutipan berikut:
Kemudian
sekalian jamu itu pun disilakan menyantap makanan dan penganan, yang
telah terhidang di hadapan masing-masing dengan beraturan.
(Salah Pilih: 79)
Biasanya diketahui bahwa kata “jamu” adalah sebuah
minuman tradisional khas Jawa. Namun dalam konteks kalimat di atas, “jamu”
berarti orang yg datang berkunjung (bertandang, melawat, dsb)
(KBBI).
10. Kata
“jenang” pada kutipan berikut:
Karena
tak ada jamu yang dinanti lagi, Ibu Mariati membisikkan segala maksud dan
cita-citanya kepada penghulunya, dan penghulu atau kepala kaum itu pun
menyampaikan sekaliannya itu kepada seorang-orang muda, yang dijadikan jenang
dalam perjamuan itu. (Salah Pilih: 79)
Kata
“jenang” menurut KBBI adalah 1) orang yg mengawasi; mandor; pembantu; 2)
pengapit; ajudan; 3) sebutan atau pangkat kepala daerah di bawah penghulu adat.
11. Kata
“fiil” pada kutipan berikut:
“Ya,
sebelum diselidikinya benar-benar tingkah lakunya, fiil perangainya,
sebagaimana dikehendakinya dalam pergaluan yang agak lama dan bebas...”
(Salah Pilih: 95)
Kata
“fiil” terdapat dalam KBBI, artinya adalah perbuatan; tingkah laku; perangai. Kata ini acap kali digunakan dalam
percakapan dalam bahasa Melayu.
12. Kata
“cerana” pada kutipan berikut:
Seorang
diantaranya menjunjung cerana, yang telah disalin isinya—alat penjemput
selengkapnya—di rumah orang tua mempelai tadi itu. (Salah
Pilih: 114)
Menurut
KBBI, kata “cerana” merupakan tempat
sirih yangg bentuknya seperti dulang berkaki (dibuat dr kuningan, perak, dsb)
13. Kata
“berhelat lauk” pada kutipan berikut:
Pada
hari yang kedelapan, diadakan perjamuan sekali lagi, “berhelat lauk”
namanya, yakni helat yang dalam sekali ujud dan maksudnya. (Salah
Asuhan: 116)
Berhelat lauk dalam arti leksikal adalah perayaan ikan.
Namun “berhelat lauk” adalah nama dari sebuah proses upacara pernikahan, yakni
saling berkenalan antara keluarga satu dengan keluarga mempelai lainnya.
14. Kata
“amtenar” pada kutipan berikut:
“Kewajiban
suami, yaitu kewajibanmu akan menunjuk mengajari dia. Terutama tentang urusan
rumah tangga dan pergaulan. Istri amtenar harus cekatan, sopan santun,
dan ramah tamah.” (Salah Pilih: 135)
Istilah
“amtenar” dalam KBBI berarti pegawai pemerintahan. Amtenar bukan merupakan bahasa
baku, melainkan bahasa cakapan.
15. Kata
“gunjing-gujirak” pada kutipan berikut:
“...
tunggu dahulu, Bunda,—supaya berkurang ‘gunjing-gujirak’ orang kepada
kita, terutama kepada Bunda—ampun—yang dikatakan tamak akan uang dan harta.” (Salah
Pilih: 146)
Istilah
“gunjing-gujirak” dalam KBBI adalah berbagai umpatan dan fitnah.
16. Kutipan
“berhati rahim” pada kutipan berikut:
“Seperti
kaulihat, Asri, tak usah kita khawatir akan sakit, jika kita ada dibela oleh
Asnah yag berhati rahim ini,” (Salah Pilih: 160)
Istilah
“berhati rahim” dapat dimaknakan sebagai suatu sifat yang hanya dimiliki oleh
perempuan—sebagai yang empunya rahim—yakni sifat keibuan.
17. Kutipan
“badar kering” atau “badar mersik” pada
kutipan berikut:
Barang
di mana orang yang berasal dari daerah Maninjau tinggal merantau: di Medan,
Aceh, Jawa, Ternate, dan lain-lain, badar kering atau badar mersik itu
sudah pernah dikirim orang ke sana. (Salah Pilih: 193)
“Badar
kering” atau “badar mersik” dalam KBBI sama-sama memiliki makna ikan-ikan kecil
yang kering. Di daerah Maninjau, badar kering atau badar mersik adalah makanan
primadona di daerahnya.
18. Kutipan
“sudah gaharu, cendana pula” dalam kutipan berikut:
“...sudah
gaharu, cendana pula. Bukankah beliau diikutak-katikkan oleh istrinya...” (Salah
Pilih: 194)
Sudah gaharu, cendana pula
merupakan peribahasa dari bahasa melayu yang
bermaknakan sudah tahu, masih bertanya pula. Zaman dahulu tanaman gaharu dan
cendana merupakan tanaman yang sama-sama dikenal.
19. Kata
“mamak” pada kutipan berikut:
“....Dan
sebaiknya-baiknya kita berunding dengan segala mamak Kaharuddin dahulu,
terutama dengan Tuanku Laras....” (Salah Pilih: 199)
Kata
“mamak” merupakan bahasa sebutan dari Minangkabau yang berarti saudara ibu yg laki-laki.
20. Kata
“tegak sama tinggi, duduk sama rendah” dalam kutipan berikut:
“,...supaya
tegak sama tinggi dan duduk sama rendah dengan suku bangsa yang
lain-lain dalam masa sekarang dan masa yang akan datang jua.”
(Salah Pilih: 246)
Peribahasa
tersebut mempunyai makna sama-sama satu derajat dalam tiap keadaan.
E.
Kajian
Unsur-unsur Lainnya
1.
Tema
Percintaan insan
manusia terhalang oleh adat yang melarang pernikahan satu suku membuat mereka
tidak jujur satu sama lain, dan membuat banyak masalah terjadi. Tema dalam
novel “salah pilih” ini mengusung tema sosial, yang didalamnya terdapat cerita
percintaan. Pelaksanaan adat dalam masyarakat Minangkabau sangatlah dijunjung
tinggi, bila seseorang tidak melaksanakan adat tersebut, maka hukum sosial lah
yang bergerak, seperti digunjingkan dan dijauhi oleh masyarakat. Itulah yang
terjadi setelah pernikahan Asri dan Asnah, yang merupakan saudara satu suku.
Padahal karena adat itu pula, Asri merasa sengsara menikah dengan
Saniah—sebelum menikah dengan Asnah—, karena sebenarnya Asri tidak mencintai
Saniah. Ia hanya bermaksud cepat-cepat menikahi istri yang pintar, intelek, dan
kaya. Akhirnya “salah pilih” lah yang terjadi.
2.
Amanat
a. Obat
yang bagaimanapun sulit menyembuhkan penyakit seseorang, kecuali melihat orang
yang disayangi atau keluarga.
...Asnah!
Mana anakku itu? Mukanya akan jadi obat bagiku, Liah, bukan parasmu yang buruk
dan bengis ini.” (Salah Pilih: 2)
b. Cinta
adalah suatu perkara yang tidak bisa dibalas dengan materi.
“...Membalas?
Nah, kalau hendak memperkatakan perkara ‘membalas’ itu amat banyak lagi yang
mesti kita perhitungkan! Sesungguhnya engkau lebih cinta dan kasih kepada kami,
daripada kami kepadamu.” (Salah Pilih: 17)
c. Adat
orang Eropa dengan orang Timur berbeda.
Tiap-tiap
bangsa ada mempunyai adat akan menyatakan perasaan hatinya masing-masing dalam
pertemuan seperti itu. Ada yang dengan perkataan, dengan perbuatan, dan ada
pula yang dengan pandang dan kerling mata saja. Orang Eropa misalnya, lain
daripada dengan perkataan yang riang dan jabat tangan, kesukaannya berjumpa itu
dinyatakannya dengan peluk cium jua. ... . Oleh sebab itu pun ia (Asri) hampir
lupa dengan akan adat istiadat nenek moyangnya sendiri.”
(Salah Pilih: 27)
d. Seorang
perempuan harus memiliki hati yang keibuan pada anak-anak, sebab kelak
perempuan adalah seorang ibu.
Aku
tak bercampur dengan seorang perempuan, yang bersifat seperti itu, --tak
berhati rahim kepada anak-anak.” (Salah Pilih: 31)
e. Sesama
manusia harus saling mengasihi. Hal ini terjadi pada percakapan antara Rusiah
dengan Saniah.
Ingat
pepatah kita: Yang tua dimuliakan, yang kecil dikasihi. Tidak ada adat kita
yang mengatakan: Yang berpangkat dan bangsawan dimuliakan tidak lebih daripada
yang sepatutnya!... (Salah Pilih: 67)
f. Harta
dan kekayaan tidak selamanya akan membuat seseorang bahagia.
“...,
hati-hatilah menerima menantu. Jangan terpandang akan kekayaan benda saja,
melainkan harus ditinjau kekayaan batin atau rohani laki-laki
sedalam-dalamnya.” (Salah Pilih: 224)
g. Adat
yang kaku sebagai kebiasaan orang-orang lama yang selalu dilakukan oleh
masyarakat tidak dapat dapat menghalangi orang untuk merasakan kebahagiaan.
“...,
yaitu mata mula-mula diarahkan pada keturunan dan kekayaan si gadis. Betul
karena hanya pengaruh adat itu, padahal cita-cita perkawinan tidak demikian.” (Salah
Pilih: 233)
3.
Latar
a.
Tempat
1) Kediaman
Ibu Mariati
Latar kediaman Ibu
Mariati ini tersirat pada kata “kamar” yang digunakan ketika Ibu Mariati masih
sakit kakinya dan akan segera diberikan obat oleh Siti Maliah.
Tentu
segera ia hadir pula di sini. Tetapi ia mesti berlepas lelah dan merasai hawa
yang sejuk dahulu. Sudah tiga hari ia seakan-akan terkurung di dalam kamar
Kakak ini.” (Salah Pilih: 2)
2) Rumah
gedang
Rumah gedang merupakan
sebutan lain untuk rumah induk, atau kediaman keluarga Ibu Mariati, Asri, dan
Asnah.
Senantiasa
kalau Asri sudah pulang, maka ramailah rumah gedang itu.
(Salah Pilih : 35)
3) Balai
(rumah Engku Lebai) dan rumah Upik Hitam
Tempat ini disebutkan
ketika Ibu Mariati menanyakan keberadaan Asnah pada Siti Maliah.
Asnah
pergi ke Balai, ke rumah Engku Lebai, dan ia hendak singgah sebentar ke rumah
si Upik Hitam. Kabarnya, perempuan itu sakit hendak bersalin.”
(Salah Pilih: 1)
4) Oto
Kendaraan yang dipakai
Asri untuk pulang ke rumah.
Di
Padang ditinggalkan Engku Sutan Semain. Ia menumpang dengan oto yang
lain. Barangkali ia datang sebentar lagi.” (Salah Pilih:
19)
5) Pekarangan
rumah gedang
Tempat ketika Asnah
menunggu kedatangan Asri.
...kalau-kalau
tampak olehnya oto berhenti di halaman. Akhirnya masuklah sebuah oto ke
pekarangan rumah gedang itu.” (Salah Pilih: 22-23)
6) Danau
Maninjau
Tempat Asri dan
sahabat-sahabatnya bermain ketika Asri baru sampai di kampung halaman.
Kadang-kadang
mereka itu pergi berbiduk-biduk, mandi-mandi, berenang-renang dalam Danau
Maninjau yang luas itu, dan kadang-kadang mengelilingi danau itu.
(Salah Pilih: 35)
7) Dalam
bilik ibunya
Sesudah makan tengah
hari, Asri masuk ke dalam bilik ibunya.
Pada
suatu hari Asri duduk dalam bilik ibunya. Ia minum kopi sesudah makan
tengah hari. (Salah Pilih: 37)
8) Lereng
bukit
Ketika Asri ingin
mencari Asnah. Ia bingung karena ketika ia baru datang harusnya Asnah ada di
dekatnya, menyambut Asri.
Asnah
meletakkan kedua tangannya di atas pagar dan memandang ke sawah yang sedang
bermasakan padinya, --di lereng bukit yang bertingkat-tingkat, menurun
ke tepi danau yang indah. (Salah Pilih: 25)
9) Bukittinggi
Asri pernah bersekolah
di Bukittinggi. Namun ketika ia bersekolah di sana, perempuan yang pernah ia
sukai, Rusiah, ternyata telah menikah.
“Tetapi
sementara saya bersekolah di Bukittinggi, ia (Rusiah) sudah kawin
dengan..., sehingga hati saya luka dan bukan buatan sakitnya.”
(Salah Pilih: 45)
10) Kamar
Asnah
Asnah sedih ketika Ibu
Mariati dan Asri berdiskusi mengenai calon istri yang akan dipinang. Lalu ia
masuk ke kamarnya dan berdiam diri di sana.
Sedang
ibu dan anak itu berunding berbenar-benar, Asnah berjalan masuk kamarnya cepat-cepat,
lalu dikuncinya pintu dari dalam. Ia tidak dapat berkata-kata dengan seorang
jua pun, sebab hatinya terlalu berkacau-balau. (Salah
Pilih: 49)
11) Kebun
Ketika Asri ingin
meminta pendapat pada Asnah mengenai calon istrinya kelak. Asri ingin bertemu
dengan Asnah di kebun.
”Lekaslah,
Asnah, --lekaslah,” katanya. “Aku hendak
mengabarkan sesuatu perkara kepadamu, dakah kaudengar?”
”Tentu,
dan baiklah,” jawab Asnah sambil menekan dadanya dengan tangannya.
”Ke kebun, ya? Aku tunggu
engkau di sana.” (Salah Pilih: 52)
12) Ruang
tengah rumah berukir di Negeri
Tempat kediaman Rusiah
dan Saniah.
Di
ruang tengah rumah berukir di Negeri
terbentang sehelai permadani yang amat indah. Di atasnya duduk dua orang
perempuan elok parasnya. Mereka itu memakai baju kebaya panjang dari cita Paris
yang berwarna merah jambu air, berkain sarung ragi kacang goreng yang halus.
Keduanya tengah asik merenda. (Salah Pilih: 60)
13) Halaman
Tempat anak Rusiah
bermain-main
Tiada
berapa lama antaranya kedengaranlah teriak anak-anak di halaman dengan
riuh rendah. (Salah Pilih: 72)
14) Rumah
Gedang
Ketika Asri sedang
santai di kursi rumah.
Hari
Ahad pagi-pagi, jam besar yang tergantung di dinding ruang tengah rumah
gedang itu sudah berbunyi lima kali, alamat hari sudah pukul lima waktu
subuh. (Salah Pilih: 76)
15) Bayur
Kediaman Mariah,
saudara sebapa Ibu Mariati.
“Benar,
dan sementara engkau ada di Jakarta, kerap kali Asnah dibawanya ke Bayur.”
(Salah Pilih: 78)
16) Kamar
Asnah
Ibu Mariah beralasan
sudah mengantuk dan ingin segera tidur, namun ia ingin tidur dengan Asnah sebab
ia ingin membicarakan sesuatu yang menjadi ganjalan dihatinya.
Tiap-tiap
orang sudah pergi ke tempat tidurnya, sedang Ibu Mariah sudah masuk ke kamar Asnah dan mengunci pintu dari dalam.
Sesudah itu ia pun duduk di atas kursi sambil memandang kepada Asnah, yang
duduk termangu-mangu di pinggir kasurnya. (Salah Pilih:
92)
17) Negeri
Kediaman Saniah, tempat
Asri dan keempat kawannya bertandang atas undangan dari mertua Asri.
Sesampai
di Negeri, mereka itu disambut orang dengan upacara-upacaranya, lalu
disilakan duduk di atas kasur, yang beralaskan “lapik berlambak”, yaitu pandan
putih yang amat halus anyamannya dan berbilaikan kain merah. (Salah
Pilih: 100)
18) Dari
atas rumah ibunya
Ketika Saniah datang
menyambut Asri ketika perhelatan pernikahan mereka.
Ketika
mempelai itu turun dari atas rumah ibunya diiringkan oleh beberapa orang
baik-baik cukup lengkap dengan pakaian yang indah-indah pula,.... (Salah
Pilih: 112)
19) Kebun
Perhelatan pernikahan
sudah dijalankan, namun Asri merasa tidak bahagia. Maka ia mendatangi Asnah,
dan janji untuk bertemu di kebun. Asri ingin mengungkapkan rasa tidak
bahagianya itu.
Ketika
Asnah sampai ke dalam kebun, dilihatnya Asri berdiri menantikan dia. (Salah
Pilih: 118)
20) Pintu
belakang rumah
Sehabis berbincang-bincang
mengenai keresahan Asri, mereka –Asri dan Asnah, kembali ke rumah lewat pintu
belakang rumah.
Kedua
kakak-beradik itu berjalan bersisi-sisi arah ke pintu belakang rumah gedang lambat-lambat,...
(Salah Pilih: 123)
21) Ruang
tengah rumah gedang
Saniah sudah berada di
rumah Asri, para jamu—tamu-tamu—sudah datang untuk menyambut Saniah dan ikut
merasakan kegembiraan bersama keluarga Ibu Mariati.
Saniah
dipimpin orang ke ruang tengah, Asri memberi salam dengan ramah kepada
Ibunya, Ibu Liah, Asnah, dan segala perempuan yang hadir itu. (Salah
Pilih: 124)
22) Kamar
Asri dan Saniah
Saniah agak lelah
dengan perjalanan mereka dari Negeri ke rumah gadang, maka ketika sampai rumah
gedang, ia langsung menuju kamar dan istirahat di sana tanpa ikut dalam
penyambutan dirinya dan Asri.
Dengan
tidak berkata sepatah kata jua, tidak mohon diri, ia pun bangkit berdiri, lalu
melangkah ke kamar yang telah dilengkapi dengan perkakas itu. (Salah
Pilih: 125)
23) Kamar
Asnah
Setelah terjadi
peristiwa di rumah gedang yang tidak mengenakan jamu-jamu itu, Asnah dan Ibu
Mariati masuk ke dalam kamar, tidak lama Asri juga datang.
Ketika
itu Asnah tengah duduk dengan ibunya dalam kamarnya. Tiba-tiba keduanya
menoleh ke pintu sebab Asri masuk ke sana dengan terengah-engah. (Salah
Pilih: 133)
24) Ruang
tengah
Tempat mereka
sekeluarga melaksanakan makan sehabis upacara perjamuan di rumah gedang.
Kemudian
ia pun datang menyilakan kedua beranak itu ke ruang tengah. (Salah
Pilih: 134)
25) Kamar
Asri dan Saniah
Saniah masih
duduk-duduk di kamar, Asnah mencoba membujuk Saniah untuk ikut makan bersama di
ruang tengah.
Ketika
itu Saniah sedang duduk di kursi dalam kamarnya. Asnah bermohon
kepadanya dengan lemah lembut, supaya ia makan. (Salah
Pilih: 136)
26) Dapur
Terjadi pertentangan
mulut antara Asnah dan Saniah di kamar Saniah, namun belum juga selesai, Ibu
Mariati meminta Asnah untuk membuatkan kopi, lalu ia segera ke dapur untuk
membuat kopi.
Dalam
pada itu terdengarlah olehnya suara Ibu Mariati memanggil namanya.
“Asnah, coba beri kami aiir kopi!”
Dengan
segera Asnah melompat ke luar, lalu berlari-lari ke dapur. (Salah
Pilih: 139)
27) Kamar
Asri dan Saniah
Saniah belum bisa
beradaptasi dengan lingkungan yang ada di keluarga Asri tersebut. Saniah selalu
mempermasalahkan itu, hingga di kamar pun—tersirat dalam kutipan—mereka sering
adu mulut.
“Bagus!
Dan engkau pun kularang pula membicarakan tingkah laku ibuku dan kaum
keluargaku, sebagai kaulakukan selama ini. Tidak boleh sekali-kali! Nah, sudah,
kerjaku terlalu amat banyak.”
Sesudah
berkata demikian Asri pun pergi ke luar. Pintu ditutupnya dengan kuat. Saniah
merebahkan dirinya ke tempat tidurnya. (Salah
Pilih: 157)
28) Kamar
Ibu Mariati
Sakit Ibu Mariati
semakin parah. Asri dan Asnah menemani Ibu Mariati di kamarnya.
Ketika
matahari terbit dan cahayanya masuk ke kamar dari jendela, maka orang
tua itu pun membeliakkan matanya serta memandang ke hadapan dengan tenang. (Salah
Pilih: 161)
29) Ruang
tengah rumah gedang
Ibu Mariati sudah
meninggal dunia. Tubuhnya ditempatkan di ruang tengah agar bisa dilihat oleh
orang-orang yang ingin mendoakan.
Ketika
Dt. Maulana dan Baginda Sati sampai ke sana, didapatkannya mayat—Ibu
Mariati—sudah dibujur di ruang tengah. (Salah Pilih: 165)
30) Sungaibatang
Tempat yang biasanya
ramai oleh jual-beli badar kering atau badar mersik yang didapat dari Danau
Maninjau tiap hari Rabu.
Tiap-tiap
hari Rabu di Sungaibatang didadakan pekan, yaitu sebuah pasar, yang
teramat ramai dalam daerah sekeliling
danau yang indah permai itu. (Salah Pilih: 193)
31) Di
hadapan rumah seorang tukang jahit
Datuk Indomo sedang
bercakap-cakap dengan beberapa orang, lalu ia mendapatkan surat dari seseorang.
Ia berniat membuka surat itu ketika sudah sampai rumah, bersama istrinya.
Dengan
segera surat itu diambil oleh opas itu, lalu diantarkannya kepada Dt. Indomo,
yang tengah duduk bercakap-cakap dengan beberapa orang lain di atas bangku di
hadapan rumah seorang tukang jahit. (Salah Pilih: 194)
32) Rumah
Dt. Indomo dan Rangkayo Saleah
Datuk Indomo sudah
sampai rumahnya, ia segera memberi tahu Rangkayo Saleah bahwa ia mendapatkan
surat.
Sesampai
Dt. Indomo ke rumah istrinya, ia pun duduk di sisi Rangkayo Saleah dengan
tenang, seraya mengeluarkan sepucuk surat dari dalam saku bajunya. (Salah
Pilih: 196)
33) Rumah
gedang
Rangkayo Saleah murka
dengan surat dari Kaharuddin, lalu ia berniat untuk menyusul Kaharuddin. Ia
menjemput Saniah yang masih ada rumah gedang.
Ia
basah kuyup ketika sampai ke rumah gedang itu. Dan hatinya pun kecut, demi
dilihatnya Saniah duduk bermenung seorang diri di atas kursi dengan susah dan
sedih. (Salah Pilih: 200)
34) Padang
Rangkayo Saleah dan
Saniah menaiki oto untuk menuju Padang, tempat Kaharuddin bermukim.
Tidak
berapa lama antaranya, oto itu pun sampailah ke Padang—gelanggang,—terlepas
dari jalan kelok-kelok empat puluh empat yang sukar sulit dilalui itu. (Salah
Pilih: 209)
35) Dekat
Kampung Ganting
Di dekat Kampung
Ganting ada sebuah kelokan yang sangat tajam, supir melewatinya dengan tidak
hati-hati.
Dekat
Kampung Ganting ada sebuah kelok yang patah sangat. Di situ oto mesti
dilambatkan, tetapi supir sudah terikat oleh nafsu kesombongannya. (Salah
Pilih: 211)
36) Rumah
sakit militer Bukittinggi
Tempat Rangkayo Saleah,
Saniah dan supir ditempatkan karena kecelakaan.
Ketika
mayat Rangkayo Saleah dan kedua yang pingsan itu telah diterima dalam rumah
sakit militer Bukittinggi, segeralah Sidi Sutan pergi ke rumah guru sekolah
agama, akan mengabarkan hal yang sedih ngeri itu kepada anaknya dan menantunya.
(Salah
Pilih: 212)
37) Tanjung
Priok
Tempat Asnah dan Asri
berangkat untuk kembali lagi ke Padang.
Dan
pada suatu hari, kedua suami istri itu pun berangkatlah dengan hati gemberia ke
Tanjung Priok. (Salah Pilih: 254)
38) Jakarta
Tempat Asri dan Asnah
merantau.
Sekalian
buah mulut orang kampung itu sampai jua ke telinga kedua suami istri itu,
meskipun mereka sudah jauh dari negerinya, sudah ada di kota Jakarta yang besar
itu. (Salah Pilih: 250)
39) Teluk
Bayur
Tempat Asri dan Asnah
berlabuh ketika dalam perjalanan ke kampung halaman.
Dua-tiga
hari kemudian, setelah mengarungi Lautan Indonesia yang luas dan bergelombang
sepanjang arah pantai barat Pulau Sumatera, berlabuhlah kapal itu di Teluk
Bayur yang tenang dan permai. (Salah Pilih: 256)
b.
Budaya
1)
Dua orang—laki-laki dan perempuan—yang
satu suku atau satu keturunan tidak boleh menikah.
2)
Masyarakat Minangkabau tidak
mengindahkan dua orang adik dan kakak—laki-laki dan
perempuan—mengungkapkan kasih sayang
dengan berjabat tangan bahkan berpelukan.
3)
Ketika mencari pasangan hidup, Orang tua
masih berperan dalam mencarikan lalu memilih pasangan hidup untuk anaknya.
4)
Orang tua akan merasa malu ketika
anaknya, perempuan atau laki-laki, belum juga menikah ketika beranjak pada umur
15 tahun.
5)
Mendidik anak-anak dengan bebas
merupakan adat yang salah.
6)
Orang Minangkabau beradat demokrasi;
berdarah sama rata dan sama rasa sejak dulu sampai sekarang.
7)
Dalam masa penjajahan Belanda, pangkat
laras = p. Kepada daerah; kemudian diubah menjadi demang. Menurut adat Minangkabau terbagi menjadi dua laras: 1.
Laras Budi Caniago (demokrasi); 2. Laras Koto Piliang (Ketumanggungan,—di Melaka [Tumanggung] bersifat aristokrasi).
8)
Menurut adat, jika perempuan yang
tinggal di rumah mertua merupakan yang memalukan. Seolah-olah ia tidak punya
rumah sendiri.
9)
Keris merupakan tanda pihak keluarga
besan menerima permintaan untuk berbesanan.
10) Sebagian
besar masyarakat Minangkabau selain bekerja di pemerintahan, mereka
berpenghasilan dari Danau Maninjau.
11) Dalam
adat Minangkabau, seorang laki-laki boleh mempunyai istri paling banyak empat
istri.
12) Dalam
proses upacara pernikahan adat Minangkabau, ada disebut dengan “mengantar
sirih”. Sirih sebagai simbol makna dan harapan, bila ada kekurangan dan
kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan, serta hal-hal yang manis dalam
pertemuan akan melekat dan diingat selamanya. Pelaksanaannya yakni pihak
perempuan dari mempelai laki-laki datang ke rumah mempelai perempuan dengan
membawa sirih.
13) Adat
dalam masyarakat Minangkabau menentukan bahwa si suami harus tinggal di rumah
istrinya.
14) Ketika
acara mengantar sirih sudah selesai, maka diadakan perjamuan oleh pihak
mempelai perempuan bermaksud mengundang mempelai laki-laki ke rumah dengan
membawa sekurang-kurangnya tiga-empat orang kawan untuk mengenal calonnya itu
dengan baik.
15) Dalam
adat bangsawan Minangkabau, segala perilaku di rumahnya akan diperhatikan.
Apalagi ketika proses perjamuan mempelai laki-laki di rumah mempelai perempuan.
Dalam perjamuan tersebut, ada satu jenis makanan yang tak boleh dimakan, yakni
gulai gedang. Makanan itu disajikan hanya sekadar sebagai hiasan saja. Bila
makanan itu dimakan, mereka akan mendapatkan malu yang sangat.
16) Dalam
adat Minangkabau, perempuan lah yang mendatangi laki-laki untuk melamar. Perempuan lah yang menanggung segala-galanya.
17) Perayaan
pernikahan dalam adat Minangkabau adalah salah satunya dengan menyembelih dua
ekor kerbau. Proses pertemuan mereka yakni mempelai dan pengiring laki-laki
serta rombongan pengantar perempuan yang muda-muda berjalan jauh dari rumah.
Mereka diarak dengan gendang, puput (alat tiup terbuat dr batang padi atau bambu pendek, adakalanya ditambah dng
daun kelapa (pucuk rumbia dsb), dan serunai (alat musik tiup
sejenis klarinet terbuat dari kayu). Di hadapan mempelai itu, berjalan
tiga-empat orang perempuan yakni orang yang menjemput. Seorang diantaranya
membawa cerana (tempat sirih) di rumah orang tua mempelai tadi. Begitu sampai
ke tempat yang dituju, mereka disambut dengan upacara. Mereka berdiri di
halaman, perempuan-perempuan penjemput maju; satu orang membasuh ujung sepatu
mempelai dengan air yang telah disediakan di dalam cerek, seorang lagi
menyerahkan arai pinang yang telah tersedia juga ke atas kepala mempelai dan
pengiringnya. Setelah itu mempelai dan kawan-kawannya disilakan naik dan
ditempatkan di kepala rumah sebelah kanan dan pengantar perempuan di bagian
kiri dekat mempelai perempuan yang duduk di atas pelaminan. Di antara orang
yang menyambut mempelai, adalah dua orang penghulu dari tiap pihak mempelai.
Mereka melangsungkan adat pidato panjang, berbalas-balasan pihak mempelai
dengan tamu dengan maksud memuji perhelatan tersebut. Sesudah berbalas-balas
pidato, mulailah prosesi ijab kabul.
18) Pada
hari pernikahan itu juga, ada satu lagi upacara yang penting dan harus
diselenggarakan yakni beberapa orang pihak semenda dari pihak mempelai diutus
menyilakan anak perempuan untuk ke rumah mertuanya bersama pengapitnya. Disitu
diadakan perjamuan untuk perempuan saja. Jika acara tersebut selesai, anak
perempuan beserta pengapitnya disilakan kembali ke rumahnya.
19) Ketika
seseorang meninggal, dalam budaya masyarakat Minangkabau, bedil atau senapan
kuno ditembakkan untuk menghormati dan mengabarkan kepada khalayak bahwa ada
yang meninggal dunia.
20) Tiap
hari Rabu di Sungaibatang, diadakan sebuah pasar di sekeliling Danau Maninjau.
Barang-barang hasil hutan, kebun ladang dibawa orang ke pasar tersebut untuk
dijual ke pedagang besar atau pedagang kecil. Oleh pedagang besar barang-barang
tersebut dikumpulkan dan dijual ke Bukittinggi atau ke Padang. Selain hasil
bumi tersebut, mereka juga menjual barang hasil danau. Seperti ikan dan pensi
(kerang besar). Di danau Maninjau ada semacam ikan kecil khas sebesar jari yang
terkenal enak, ‘badar’ namanya. Ada sebuah adat unik masyarakat yang tinggal di
daerah Maninjau. Bila ada seorang berasal dari Maninjau yang merantau, lalu
satu kali dalam sebulan tidak mendapatkan kiriman badar tersebut, maka mereka
akan kurang senang hatinya, karena merasa sangat jauh benar dari kampungnya,
serasa sudah dilupakan sanak saudaranya.
c.
Waktu
1)
Siang hari, ketika cahaya matahari masih
bersinar
Ketika Ibu Mariati
masih berbaring di sebuah kamar pengap, ditemani Asnah, yang jendelanya baru
dibuka karena Siti Maliah mulai merasakan udara yang tidak sehat.
....Ngeri
sekali! Dan cahaya matahari pun menjadi gangguan pula kepadaku. Padahal
di luar terlalu banyak yang mesti dikerjakan. (Salah Pilih:
7)
2)
Pakansi bulan Juli
Pakansi dalam KBBI
berarti libur. Asri mendapat libur bulan Juli dan kebetulan sekolahnya di Mulo
sudah tamat.
“...Betul,
--pakansi bulan Juli. Dan pelajarannya di Mulo tamat sudah.
(Salah Pilih: 20)
3)
Hari Ahad atau hari Kamis
Hari Ahad atau hari
Kamis digunakan Asri untuk berburu ke hutan.
Adakalanya
Asri pada hari Ahad atau hari Kamis ikut berburu babi ke dalam rimba
yang tiada berapa jauhnya,... (Salah Pilih: 35)
4)
Pada suatu hari, sesudah makan tengah
hari
Ketika Asri dan ibunya
bersantai dalam bilik.
Pada
suatu hari
Asri duduk dalam bilik ibunya. Ia minum kopi sesudah makan tengah
hari. (Salah Pilih: 37)
5)
Ketika Ibu Mariati dan Asri sedang
berdiskusi perihal calon istri Asri.
Sedang
ibu (Mariati) dan anak (Asri) itu berunding berbenar-benar, Asnah
berjalan masuk kamarnya cepat-cepat, lalu dikuncinya pintu itu dari dalam. (Salah
Pilih: 49)
6)
Siang hari
Ketika Asnah berdiam
diri di kamar.
Dengan
perlahan-lahan, iapun mengangkatkan kepalanya, lalu memandang pula
tenang-tenang ke langit yang biru itu. (Salah
Pilih: 51)
7)
Hari Ahad, pukul lima waktu subuh
Ketika Asri sedang
santai di kursi rumah
Hari
Ahad
pagi-pagi, jam besar yang tergantung di dinding ruang tengah rumah gedang itu
sudah berbunyi lima kali, alamat hari sudah pukul lima waktu subuh. (Salah
Pilih: 76)
8)
Pukul satu
Ketika rumah gedang
ramai oleh banyak orang yang hadir untuk ikut dalam proses adat pertalian
antara Asri dan Saniah.
Waktu
berjalan juga dengan perlahan-lahan, tetapi tetap. Pukul satu sudah
berbunyi, dan jamu telah banyak hadir di rumah gedang itu. (Salah
Pilih: 78)
9)
Petang
Para tamu yang datang
ke rumah Asri sudah mulai pulang. Ibu Mariati dan Asnah mulai berbenah rumah.
Ketika
sekalian perempuan itu tiba di gerbang rumah gedang pula, hari sudah petang.
Matahari hampir terbenam, hilang di balik bukit barisan. (Salah
Pilih: 87)
10)
Larut malam
Rumah sudah mulai sepi
setelah diadakan syukuran. Ibu Mariah berniat mengajak seluruh keluarga untuk
makan malam.
“Wahai,
anak yang malang!” katanya dalam hatinya.—“Dan lekaslah keluar, Asnah,” serunya
dengan kuat-kuat, “mari kita makan, sudah agak larut malam rasanya.”
(Salah Pilih: 90)
11)
Pukul 12 tengah malam
Di kediaman Ibu Mariati,
Asri, Ibu Mariah dan Asnah masih juga belum bisa menutup lelah.
Pukul
12 tengah malam
sudah berbunyi. Akan tetapi mereka (Asri, Ibu Mariah, dan Asnah) itu sebagai
tak hendak tidur rupanya. (Salah Pilih: 91)
12)
Pada suatu hari
Ketika Asri mendapat
kabar untuk berjamu ke rumah mertuanya.
Pada
suatu hari,
ketika Asri balik dari kantor, dikabarkan oleh Ibu Mariati kepadanya bahwa hari
Ahad di uka ia dipanggil mentuanya, akan berjamu ke rumahnya, --yaitu dua hari
lagi. (Salah Pilih: 99)
13)
Pukul satu lohor
Sudah tiba waktu untuk
berjamu, Asri bersiap untuk berangkat bersama temannya ke rumah Saniah.
Setelah
tiba waktunya yang tersebut, maka keempat mereka itu pun hadirlah di rumah
gedang itu. Sekaliannya berpakaian yang indah-indah dan mahal-mahal harganya. Pukul
satu lohor mereka itu pun berangkat dari situ. (Salah
Pilih: 99)
14)
Pukul empat
Asri serta
kawan-kawannya duduk di dalam rumah Saniah, namun sajian makanan belum juga
datang, padahal mereka sudah kelaparan.
“Benar”,
kata yang lain.”Aku sudah lapar sangat. Biasanya aku makan pukul tengah dua,
sekarang sudah pukul empat, Asri, eh, Sutan Bendahara!” (Salah
Pilih: 102)
15)
Bulan Maulud
Bulan Maulud adalah
hari menikahnya Asri dengan Saniah.
Bulan
Maulud,
hari kawain Asri dengan Saniah datang sudah. Anak muda itu pun minta permisi 14
hari lamanya tidak masuk kantor. (Salah Pilih: 111)
16)
Malam hari, lepas waktu magrib
Perhelatan pernikahan
Asri dan Saniah selesai sudah, lalu Asri pulang ke rumah istrinya itu –di
Negeri, diantar kawan-kawannya.
Adapun
Asri pada malam hari itulah –kira kira lepas waktu magrib –mulai pulang
ke rumah istrinya. Ia diantar seorang-dua orang kawannya...
(Salah Pilih: 115)
17)
Pada hari itu
Pada hari itu,
bersambungan dengan sehabis perhelatan pernikahan Asri dan Saniah masih ada
upacara yang harus dilaksanakan, yakni menyilakan anak perempuan dari pihak
perempuan untuk datang ke rumah mertua perempuan yang dinikahkan.
Pada
hari itu,
rupanya masih ada suatu upacara, yang penting dan harus diselenggarakan. Ya,
sepenggalah matahari naik berangkatlah pesumandan, yakni beberapa orang semenda
dari pihak mempelai, yang sengaja diutus akan menyilakan anak dara ke rumah
mentuanya beserta pengapitnya. (Salah Pilih: 115)
18)
Pada hari kedelapan
Pada hari kedelapan
setelah pernikahan tersebut, diadakan perjamuan sekali lagi untuk mengenal
saudara ipar satu sama lain.
Pada
hari yang kedelapan,
diadakan perjamuan sekali lagi, “berhelat lauk” namanya, yakni helat yang dalam
sekali ujud dan maksudnya. (Salah Pilih: 116)
19)
Waktu makan
Waktu makan sudah
datang, Asnah menyiapkan segala hidangan dan semua keluarga berkumpul untuk
makan bersama, termasuk Saniah juga harus ikut makan.
Akhirnya datanglah waktu makan.
Asnah
bangkit berdiri, lalu berlari ke dapur akan menolong Ibu Liah menghidangkan
makanan. (Salah Pilih: 134)
20)
Setelah selesai makan
Saniah tidak juga
datang ikut bergabung bersama keluarga untuk makan di ruang tengah, maka Asnah
mengantarkan makanan itu kepada Saniah.
Setelah
selesai makan,
Ibu Mariati duduk ke atas kursi, Asri ke belakang, sedang Asnah menyajikan
makanan yang lezat untuk Saniah di kepala rumah sebelah atas. (Salah
Pilih: 135)
21)
Pagi-pagi
Tidak terasa pagi sudah
datang, Ibu Mariati masih merasakan sakit tersebut. Sudah tahu ajalnya sebentar
lagi datang, ia memberikan nasihat bagi anaknya.
Ketika
matahari tetrbit dan cahayanya masuk ke kamar dari jendela, maka orang tua itu
pun memberliakkan matanya serta memandang ke hadapan dengan tenang. (Salah
Pilih: 161)
22)
Petang Kamis malam Jumat
Ibu Mariati semakin
sekarat, Asri dan Asnah berada disampingnya. Ibu Mariati merasa menyesal telah
memaksa Asri untuk cepat menikah.
Petang
Kamis malam Jumat, Asri dan Asnah duduk berjaga bersama-sama dekat ibunya.
Mereka itu sudah tahua bahwa ajal ibunya hampir sampai.
(Salah Pilih: 161)
23)
Hari Jumat Pagi
Ibu Mariati sudah
meninggal. Kabar bahwa ia meninggal tersebar pada Jumat pagi itu pula.
Hari
Jumat pagi-pagi. ... . Tiba-tiba kedengaranlah bunyi bedil dengan derasnya,
menderu dalam udara yang hening dan jernih itu. (Salah
Pilih: 164)
24)
Hari Rabu
Waktu ketika
orang-orang melakukan jual beli badar kering atau badar mersik di dekat Danau
Maninjau.
Tiap-tiap
hari Rabu di Sungaibatang diadakan pekan, yaitu sebuah pasar, yang teramat
ramai dalam daerah sekeliling danau yang indah permai itu.
(Salah Pilih: 193)
25)
Petang
Ketika Datuk Indomo
pamit pulang ke rumah untuk membaca surat bersama-sama dengan istrinya.
...,“saya
(Datuk Indomo) hendak pulang, sebab hari sudah petang....”
(Salah Pilih: 194)
26)
Sehari sebelum surat dari Kaharuddin
tiba
Terjadi pertengkaran
hebat antara Saniah dan Asri.
Sehari
sebelum tiba surat Kaharuddin itu, terjadilah pertengkaran yang terehebat di
antara keduanya. (Salah Pilih: 205)
27)
Tujuh senja
Kaharuddin datang ke
rumah sakit untuk menemui Ibu dan Adiknya.
Kira-kira
pukul tujuh senja, datanglah Kaharuddin dengan istrinya dari Padang. (Salah
Pilih: 213)
28)
Hari Raya Idul Fitri
Asri bertandang ke
kediaman Ibu Mariah, bermaksud untuk bertemu dengan Asnah.
“Nah,
Kanda Asri curang, Ibu. Kepada saya ia tidak mengucapkan selamat hari raya, ha,
ha, ha...,” (Salah Pilih: 245)
29)
Pada suatu malam
Asnah dan Asri
bersepakat untuk menikah. Mereka menikah pada suatu malam dengan diam-diam.
...,
maka pada suatu malam, dilangsungkannyalah nikah Asri dengan Asnah di rumah Ibu
yang berhati rahim...” (Salah Pilih: 248)
30)
Hari Sabtu, pukul setengah sembilan pagi
Asnah dan Asri kembali
ke kampung halaman karena mendapat kabar yang gembira mengenai penerimaan
mereka kembali di kampung.
Dan
pada suatu hari,--hari Sabtu pukul setengah sembilan pagi—kedua suami istri itu
pun berangkatlah demham hati gembira ke Tanjung Priok. (Salah
Pilih: 254)
4.
Penokohan
a.
Asnah
Anak angkat dari Ibu
Mariati dan saudara tiri dari Asri. Seorang
anak gadis remaja, yang cantik rupawan. Rambutnya panjang berjalin dan
terjuntai ke belakang sampai di bawah pinggangnya. Pakaiannya sederhana.
Sifatnya riang, mudah tersenyum, penyabar. Asnah juga seorang
gadis yang cantik, baik, sopan, lembut, serta taat dan patuh terhadap Mariati.
Asnah memendam rasa cinta pada Asri sejak lama. Ia memilih untuk memendam rasa
karena ia rendah diri terhadap kedudukannya yang hanya sebagai anak angkat di
keluarga tersebut.
b.
Asri
Seorang pemuda tampan,
anak dari Ibu Mariati, berusia 19 tahun. Mempunyai adik angkat bernama Asnah.
Ia bersekolah di Jakarta. Asri merupakan pemuda yang cerdas, berpendidikan,
punya banyak sahabat, mengabdi pada ibunya. Asri mempunyai cita-cita untuk
menjadi dokter, namun apa daya, ibunya sudah tua, Asri harus tinggal dan
berumah tangga.
c.
Mariati
Seorang perempuan tua
yang sedang sakit lama. Ibu Asri yang memiliki sifat baik terhadap Asnah dan
menganggap Asnah sebagai anak kandungnya sendiri meskipun asnah bukan anak
kandungnya. Ibu Mariati merasa sudah tua dan ingin anaknya, Asri, untuk tinggal
saja, tidak melanjutkan sekolahnya, dan berumah tangga, agar rumah ada yang
mengurusi.
d.
Siti
Maliah
Seorang perempuan tia,
adik dari Mariati, yang merawat Asnah ketika ibunda Asnah meninggal dunia. Siti
Maliah juga merawat Ibu Mariati yang sedang sakit dengan baik. Ia selalu
memberi obat penawar rasa sakit walau Ibu Mariati sering rewel tidak ingin
meminumnya.
e.
Saniah
Seorang perempuan
keturunan bangsawan, adik dari Rusiah dan Istri Asri, tetapi bercerai setelah
Asri mengetahui watak dan tingkah laku saniah yang sebenarnya yaitu jahat dan
licik. Saniah tidak menyukai anak-anak. Sebenarnya ia menyukai Hasan Basri,
namun karena kelakuan Hasan Basri yang angkuh, Saniah jadi tidak suka.
f.
Mariah
Seorang perempuan tua, saudara
sebapa dengan Ibu Mariati. Sangat menyenangi Asnah yang rajin, karena ia tidak
mempunyai anak. Asnah sering datang ke kediaman Ibu Mariah di Bayur.
g.
Hasan
Basri
Seorang lelaki yang
disukai oleh Saniah, ia juga sahabat dari Asri yang diajaknya ikut bertandang
ke acara pertunangan Asri dengan Saniah. Hasan Basri ialah saudagar muda di
Kutaraja (Banda Aceh), kemenakan seorang yang kaya, elok dan beradab. Namun
Hasan Basri tidak suka meminang dan dipinang.
h.
Rangkayo
Saleah
Ibu dari Saniah, Rusia,
dan Kaharuddin. Mempunyai tabiat yang sombong karena kebangsawanannya, tamak
akan harta, dan menurunkan sifatnya pada Saniah.
i.
Kaharuddin
Anak laki-laki dari
Rangkayo Saleah. Ia menikahi seorang gadis yang di luar dari negerinya hingga
membuat Rangkayo Saleah geram.
j.
Datuk
Indomo
Suami dari Rangkayo
Saleah yang mengizinkan puteranya menikahi gadis pilihannya sendiri.
k.
Rusiah
Seorang perempuan
keturunan bangsawan yang berusia 20 tahun, istri guru Sutan Sinaro. Mempunyai
dua anak yang ia didik dengan bebas, tanpa mengikuti adat kebangsawannya,
karena ia meyakini dengan mendidik anaknya dengan bebas, maka mereka tidak akan
tertekan oleh adat. Parasnya elok dan manis.
5.
Sudut
Pandang
Dalam
novel ini sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga serba
tahu. Karena pengarang menceritakan tokoh utama dengan menyebut namanya,
misalnya Asri, Asnah dan lain-lain.
PENUTUP
A.
Simpulan
Pikiran manusia selalu berkembang seiring dengan
berkembangnya teknologi. Dengan pikirannya yang semakin berkembang tersebut,
tidak selamanya adat-adat yang dipakai di masa lalu dapat beriringan dengan
kehidupan manusia zaman sekarang. Bukan zamannya lagi adat dapat diberlakukan
bila menghambat sesuatu. Apalagi cinta, karena semua dihalalkan ketika
bertentangan dengan cinta dan perang – anonim. Sudah saatnya adat kaku seperti
halnya yang terdapat dalam novel “Salah Pilih” ini diperbarui asalkan tidak
menentang agama dan keyakinan.
B.
Saran
Novel klasik dengan menggunakan bahasa yang masih
Melayu baik digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di ksmpus, sebab mahasiswa
dapat mengenal dengan baik bagaimana penggunaan bahasa Indonesia di masa
sebelum kemerdekaan dan dapat pula membandingkan bahasa-bahasa zaman melayu
klasik hingga zaman sekarang. Selain mengenal kebahasaan zama melayu klasik,
mahasiswa juga dapat tercerahkan dengan amanat-amanat yang terdapat dalam novel
“Salah Pilih” karya Nur Sutan Iskandar. Bila guru-guru di tingkat sekolah ingin
mengajarkan novel ini sebagai bahan referensi, hendaknya dengan pengawasan yang
sebaik-baiknya sebab dikhawatirkan siswa kurang paham dengan apa amanat besar
yang terdapat dalam novel “Salah Pilih” karya Nur Sutan Iskandar ini.
DAFTAR PUSTAKA
St.
Iskandar, Nur. 2006. Sastra Klasik “Salah
Pilih”. Jakarta: Balai Pustaka.
Danandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia; Ilmu Gosip, Dongeng, dan
Lain-lain. Jakarta: Grafiti.
Kosasih, E. 2014. Jenis-jenis Teks dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMA/SMK/MA. Bandung:
Yrama Widya.
Badudu, J.S. 1990. Buku dan Pengarang. Bandung: Pustaka Prima.
KBBI Online
Sukirno, Hadi. (2011). Pernikahan Adat Minangkabau. [Online]. Tersedia: http://www.hadisukirno.com/artikel-detail/Pernikahan_Adat_Minangkabau
[28 Desember 2014]
Dewabrata, W.A., Wahyudi, M.Z., dam Kusuma,
B.W. (2010, 12 Maret). Baghi Besemah:
Rumah Berukir Falsafah Hidup. Kompas [Online]. Tersedia: http://m.kompas.com/properti/read/2010/03/12/08023263/baghi.besemah.rumah.berukir[27
Desember 2014]
Sweetgaharu. (2011). Sudah Gaharu, Cendana Pula. [Online].
Tersedia: http://sweetgaharu.blogspot.in/2011/12/sudah-gaharu-cendana-pula.html?m=1
[28 Desember 2014]
Wikipedia Bahasa Indonesia. (2014). Majas. Jenis-jenis Majas. [Online].
Tersedia: http://id.m.wikipedia.org/wiki/Majas
[26 Desember 2014]
Taman Ismail Marzuki. (2014). Nur Sutan Iskandar. [Online]. Tersedia:
http://tamanismailmarzuki.com/seniman/nur-sutam-iskandar
No comments:
Post a Comment